Semarang (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menekankan pentingnya pemahaman literasi digital termasuk bagi prajurit TNI terutama untuk mencegah serangan siber. Apalagi dalam era transformasi digital, serangan siber menjadi musuh utama.
"Pada era transformasi digital seperti saat ini, bukan lagi serangan terbuka yang menjadi ancaman terbesar bagi bangsa Indonesia, tetapi serangan siber. Prajurit TNI memiliki tugas pokok menjaga stabilitas dan keamanan negara, maka sangat penting bagi seluruh prajurit TNI memiliki pemahaman dan kesadaran terkait literasi digital," kata Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Slamet Santoso pada saat membuka acara Literasi Digital kepada Prajurit TNI Gelombang 2, di Tangerang, Senin (15/7/2024).
Paling tidak, lanjut Slamet, Prajurit TNI harus memiliki awareness atau kesadaran terkait literasi digital. Pertama, menurutnya tentunya harus hati-hati dan selektif dalam mengklik suatu tautan yang ada di internet.
"Kita harus selalu curiga jika ada tautan dari pengirim yang tidak kita kenal dan mencurigakan, karena hal itu bisa membahayakan data pribadi maupun data instansi yang terhubung dengan device kita. Selain itu, jika kita terkena serangan siber, sangat penting pemahaman mengenai mitigasi risiko yang harus kita lakukan, karena di ruang digital tidak hanya tentang mengantisipasi konten negatif, tetapi bagaimana pentingnya mengantisipasi adanya serangan siber," katanya.
Ia mengatakan di era transformasi digital, kedaulatan negara bukan hanya kedaulatan fisik (wilayah teritorial), tetapi juga kedaulatan digital. Oleh karena itu, sangat penting bagi prajurit TNI untuk mampu beradaptasi dengan teknologi dan informasi yang bergerak sangat cepat.
"Literasi digital tidak hanya tentang bagaimana penggunaan teknologi, tetapi pemahaman mendalam tentang bagaimana teknologi itu beroperasi. Literasi digital juga tentang bagaimana melindungi informasi vital dan sensitif dari ancaman siber, serta berpartisipasi secara aktif dan etis di dunia digital," katanya.
Asisten Komunikasi dan Elektronika (Askomlek) Panglima TNI, Marsekal Muda (Marsda) TNI Kustono juga mengatakan tantangan dunia digital semakin besar dan berdampak pada bangsa negara. Kejahatan di ruang digital seperti hoaks, judi online, penipuan online, perundungan siber, ujaran kebencian, dapat mengancam persatuan bangsa. Oleh sebab itu, sebagai prajurit TNI ini menjadi kewajiban kita semua memerangi hal tersebut serta turut membanjiri ruang digital dengan konten positif.
Ia berharap ada lagi prajurit yang buta digital, termakan hoaks, terjerumus perjudian online, membocorkan rahasia negara, serta menyebarkan konten-konten yang bertentangan dengan Sapta Marga dan sumpah prajurit, namun harus bisa menjadi prajurit TNI yang PRIMA atau profesional, responsif, integratif, modern, dan adaptif.
Dalam kesempatan tersebut disampaikan materi terkait empat pilar literasi digital, yakni digital skill, digital ethics, digital safety, dan digital culture serta keterkaitannya dengan prajurit TNI. Pada pilar digital skill, akademisi Universitas Indonesia Pudy Prima menjelaskan mengenai bagaimana beragam kecakapan digital yang perlu dimiliki prajurit TNI dalam mendukung tugas demi bisa mendukung visi TNI PRIMA di antaranya, cakap berkomunikasi di media sosial, IoT dan Big Data, tanggap perubahan AI, serta menghindari judi online.
"Suka atau tidak teknologi akan terus berkembang, jangan sampai kita hanya jadi pengguna tetapi kita harus eksplorasi. Hal itu karena hidup tidak pernah berhenti memberikan pelajaran, jadi kita tidak boleh berhenti belajar," katanya.
Sementara pada pilar digital safety, Kabidduk Pusinfolahta Mabes TNI Kolonel Elektronika Restu Putra Tanjung menyampaikan bagaimana pentingnya cyber security awareness di antaranya, mengurangi risiko malware, memperkuat keamanan perangkat, menjaga keamanan jaringan, hingga menghindari penipuan online.
"Tidak perlu takut melakukan aktivitas di ruang digital, tetapi pahami rambu-rambu yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Kami harap akan muncul talenta digital dari prajurit TNI agar lebih kuat ke depan," katanya.
Pada pilar digital ethics, Widyaiswara Ahli Madya Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Wawan Hermawan menjelaskan mengenai etika yang harus dimiliki prajurit TNI di media sosial. Hal-hal yang harus dihindari seperti flexing, sadfishing, cyberbullying, dan penyebaran hoaks.
"Di ruang digital tentu banyak sekali yang perlu kita perhatikan, termasuk perilaku yang berkaitan dengan etiket dan etika. Semoga setelah kegiatan ini kita bisa semakin bijak dan cakap digital agar prajurit TNI bisa menciptakan kehidupan internet yang sehat," harapnya.
Terakhir, pada pilar digital culture, Wakil Komandan Satuan Siber Kolonel CHB Martanto Dwi Saksomo Hadi menyampaikan bagaimana prajurit TNI memahami budaya digital. Budaya digital adalah bagaimana cara menunjukkan perilaku di dunia digital dan sebagai prajurit TNI sudah selayaknya juga turut mengimplementasikan Sapta Marga dan sumpah prajurit dalam dunia digital.
"Literasi digital bagi aparatur pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ASN, TNI, dan Polri agar lebih terampil dan produktif dalam pemanfaatan teknologi digital untuk mendukung tugas dan fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik. Mereka diharapkan mampu membangun semangat untuk menciptakan ruang digital yang suportif," katanya.