Sekda Jawa Tengah: Butuh upaya kolaboratif untuk tangani tuberkulosis
Semarang (ANTARA) - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah Sumarno mengingatkan bahwa sinergi dan upaya kolaboratif dari semua pemangku kepentingan terkait dibutuhkan dalam penanganan penyakit tuberkulosis.
"Penanganan TBC tidak bisa parsial, tapi butuh upaya kolaboratif dari semua stakeholder (pemangku kepentingan). Karena kalau berjalan sendiri-sendiri, ini enggak efektif," katanya di Semarang, Rabu, pada acara peluncuran program USAID Bebas TB Tingkat Provinsi Jawa Tengah dan Penyusunan Rencana Kerja Terpadu bertema "Bersama Menuju Eliminasi dan Bebas dari TB".
"Sekali lagi, TBC ini berbeda dengan penyakit yang lain. Menemukan saja butuh effort (upaya). Justru kalau bisa menemukan banyak, agar secepatnya bisa diobati," katanya menggunakan singkatan dari tuberkulosis.
Oleh karena itu, ia mengatakan, pemerintah membangun kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait dan lembaga mitra seperti USAID dalam menjalankan upaya penanggulangan tuberkulosis.
Dalam program USAID Bebas TB, upaya pendampingan untuk meningkatkan kualitas deteksi, diagnosis, perawatan, dan pencegahan tuberkulosis dilaksanakan di empat provinsi padat penduduk dengan beban TBC tinggi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
"Pada 2024, pendampingan baru akan dilakukan di lima kabupaten/kota, yakni Kota Semarang, Kota Surakarta, Kabupaten Kudus, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Cilacap," kata Sumarno soal pelaksanaan pendampingan di wilayah Jawa Tengah.
Ia mengatakan bahwa pada periode 2025-2028 pelaksanaan pendampingan akan diperluas ke 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Irma Makiyah menyampaikan bahwa temuan kasus TBC di wilayah Jawa Tengah pada 2023 mencapai 115 persen, melampaui target yang ditetapkan sebesar 90 persen.
Pada tahun 2023, diestimasi ada 73.856 kasus tuberkulosis di wilayah Jawa Tengah, tetapi jumlah kasus yang ditemukan mencapai 85.071 kasus.
Selain berupaya meningkatkan temuan kasus, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menggiatkan upaya pencegahan penularan tuberkulosis bersama para mitra, termasuk di antaranya Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan bahwa tingkat penemuan kasus tuberkulosis secara nasional sebesar 40 persen.
"Secara nasional, temuan kasus TBC sebesar 40 persen, temuan TBC anak sampai 250 persen. Ini menjadi perhatian, karena ada hubungan dengan stunting. Jika gizi jelek, anak mudah stunting. Dan anak dengan TBC, gizinya jelek," katanya.
Baca juga: Saatnya pemohon SKCK di Semarang terlindungi JKN
"Penanganan TBC tidak bisa parsial, tapi butuh upaya kolaboratif dari semua stakeholder (pemangku kepentingan). Karena kalau berjalan sendiri-sendiri, ini enggak efektif," katanya di Semarang, Rabu, pada acara peluncuran program USAID Bebas TB Tingkat Provinsi Jawa Tengah dan Penyusunan Rencana Kerja Terpadu bertema "Bersama Menuju Eliminasi dan Bebas dari TB".
"Sekali lagi, TBC ini berbeda dengan penyakit yang lain. Menemukan saja butuh effort (upaya). Justru kalau bisa menemukan banyak, agar secepatnya bisa diobati," katanya menggunakan singkatan dari tuberkulosis.
Oleh karena itu, ia mengatakan, pemerintah membangun kolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait dan lembaga mitra seperti USAID dalam menjalankan upaya penanggulangan tuberkulosis.
Dalam program USAID Bebas TB, upaya pendampingan untuk meningkatkan kualitas deteksi, diagnosis, perawatan, dan pencegahan tuberkulosis dilaksanakan di empat provinsi padat penduduk dengan beban TBC tinggi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara.
"Pada 2024, pendampingan baru akan dilakukan di lima kabupaten/kota, yakni Kota Semarang, Kota Surakarta, Kabupaten Kudus, Kabupaten Tegal, dan Kabupaten Cilacap," kata Sumarno soal pelaksanaan pendampingan di wilayah Jawa Tengah.
Ia mengatakan bahwa pada periode 2025-2028 pelaksanaan pendampingan akan diperluas ke 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Irma Makiyah menyampaikan bahwa temuan kasus TBC di wilayah Jawa Tengah pada 2023 mencapai 115 persen, melampaui target yang ditetapkan sebesar 90 persen.
Pada tahun 2023, diestimasi ada 73.856 kasus tuberkulosis di wilayah Jawa Tengah, tetapi jumlah kasus yang ditemukan mencapai 85.071 kasus.
Selain berupaya meningkatkan temuan kasus, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menggiatkan upaya pencegahan penularan tuberkulosis bersama para mitra, termasuk di antaranya Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan bahwa tingkat penemuan kasus tuberkulosis secara nasional sebesar 40 persen.
"Secara nasional, temuan kasus TBC sebesar 40 persen, temuan TBC anak sampai 250 persen. Ini menjadi perhatian, karena ada hubungan dengan stunting. Jika gizi jelek, anak mudah stunting. Dan anak dengan TBC, gizinya jelek," katanya.
Baca juga: Saatnya pemohon SKCK di Semarang terlindungi JKN