Polisi hentikan penyidikan kasus korban begal jadi tersangka
Mataram (ANTARA) - Penyidikan kasus korban begal berinisial AS yang diduga membunuh dua pelaku begal di jalan raya wilayah Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dihentikan oleh pihak kepolisian.
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto dalam konferensi pers di Mataram, Sabtu, mengatakan, kasus tersebut dihentikan penyidik berdasarkan hasil gelar perkara khusus kepolisian.
"Dari gelar perkara khusus, dinyatakan bahwa penyidik tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum baik secara materiil maupun formil," kata Djoko.
Melainkan, lanjutnya, penyidik melihat perbuatan AS sebagai bentuk pembelaan terpaksa sesuai yang diatur dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer).
Penghentian penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara khusus ini dilakukan kepolisian karena persoalan tersebut menjadi perhatian publik.
Sehingga dalam gelar perkara khusus tersebut, penyidik turut melibatkan pengawas internal Polda NTB dan juga ahli pidana.
Karena itu, Kapolda NTB menegaskan bahwa penghentian perkara ini sudah sesuai dengan prosedur yang dasarnya merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 6/2019 Pasal 30 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
"Jika memperhatikan pasal 30 yang berkaitan dengan penyidikan tindak pidana. Penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan," ucap dia.
Begitu juga dengan rujukan Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang berkaitan dengan alat bukti yang sah, baik dalam keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka.
Dari rujukan pasal tersebut, disimpulkan bahwa perbuatan AS sebagai pembelaan terpaksa sehingga sampai saat ini tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum, baik secara formil dan materiil.
"Formil sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP, materiil tentunya adalah perbuatan yang dilakukan bersangkutan," kata dia.
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Inspektur Jenderal Polisi Djoko Poerwanto dalam konferensi pers di Mataram, Sabtu, mengatakan, kasus tersebut dihentikan penyidik berdasarkan hasil gelar perkara khusus kepolisian.
"Dari gelar perkara khusus, dinyatakan bahwa penyidik tidak menemukan unsur perbuatan melawan hukum baik secara materiil maupun formil," kata Djoko.
Melainkan, lanjutnya, penyidik melihat perbuatan AS sebagai bentuk pembelaan terpaksa sesuai yang diatur dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer).
Penghentian penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara khusus ini dilakukan kepolisian karena persoalan tersebut menjadi perhatian publik.
Sehingga dalam gelar perkara khusus tersebut, penyidik turut melibatkan pengawas internal Polda NTB dan juga ahli pidana.
Karena itu, Kapolda NTB menegaskan bahwa penghentian perkara ini sudah sesuai dengan prosedur yang dasarnya merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 6/2019 Pasal 30 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
"Jika memperhatikan pasal 30 yang berkaitan dengan penyidikan tindak pidana. Penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan," ucap dia.
Begitu juga dengan rujukan Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang berkaitan dengan alat bukti yang sah, baik dalam keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan tersangka.
Dari rujukan pasal tersebut, disimpulkan bahwa perbuatan AS sebagai pembelaan terpaksa sehingga sampai saat ini tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum, baik secara formil dan materiil.
"Formil sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP, materiil tentunya adalah perbuatan yang dilakukan bersangkutan," kata dia.