Pemkot Semarang diminta patuhi putusan soal lahan Pasar Kanjengan
Semarang (ANTARA) - Pemerintah Kota Semarang diminta taati putusan hukum yang menyatakan legalitas lahan atas ruko di Pasar Kanjengan, kompleks Pasar Johar, hak guna bangunannya milik para pedagang yang telah mendiami daerah itu sejak puluhan tahun lalu.
Kuasa hukum pedagang blok A, B, E, dan F Pasar Kanjengan, Subali, di Semarang, Sabtu, mengatakan bahwa permasalahan yang bertahun-tahun tidak selesai ini telah dilaporkan ke Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah.
"Ombudsman menyatakan telah terjadi malaadministrasi karena mengabaikan putusan pengadilan mulai dari tingkat pertama hingga Mahkamah Agung terhadap perkara ini," katanya.
Padahal, lanjut dia, putusan perkara ini telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak pengajuan peninjauan kembali pada tahun 2017.
Dalam rekomendasinya, menurut dia, Ombudsman meminta Pemerintah Kota Semarang mencoret kepemilikan lahan di blok A, B, E, dan F dari daftar aset daerahnya sebagaimana putusan pengadilan.
Badan Pertanahan Nasional diminta untuk memperpanjang sertifikat hak guna bangunan terjadap kawasan perdagangan itu.
Subali menyebutkan terdapat 52 bidang lahan HGB di empat blok Pasar Kanjengan yang selama ini masih bermasalah.
Akibat permasalahan hukum berlarut hingga bertahun-tahun ini, kata dia, para pengusaha di Kanjengan tersebut kesulitan mengembangkan usahanya.
"Pengusaha tidak bisa membangun tempat usahanya karena tidak bisa mengurus IMB, tidak bisa mengajukan kredit karena sertifikat lahannya masih bermasalah," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Anti Mafia Tanah Riyanta meminta Wali Kota Semarang tinggal melaksanakan putusan pengadilan.
"Pemkot Semarang tinggal mengeluarkan ruko di Pasar Kanjengan ini dari daftar aset daerah," kata anggota DPR dari PDIP tersebut.
Hal itu ditindaklanjuti dengan penerbitan perpanjangan sertifikat HGB.
"Melaksanakan putusan pengadilan ini merupakan melaksanakan putusan politik," katanya menegaskan.
Kuasa hukum pedagang blok A, B, E, dan F Pasar Kanjengan, Subali, di Semarang, Sabtu, mengatakan bahwa permasalahan yang bertahun-tahun tidak selesai ini telah dilaporkan ke Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah.
"Ombudsman menyatakan telah terjadi malaadministrasi karena mengabaikan putusan pengadilan mulai dari tingkat pertama hingga Mahkamah Agung terhadap perkara ini," katanya.
Padahal, lanjut dia, putusan perkara ini telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak pengajuan peninjauan kembali pada tahun 2017.
Dalam rekomendasinya, menurut dia, Ombudsman meminta Pemerintah Kota Semarang mencoret kepemilikan lahan di blok A, B, E, dan F dari daftar aset daerahnya sebagaimana putusan pengadilan.
Badan Pertanahan Nasional diminta untuk memperpanjang sertifikat hak guna bangunan terjadap kawasan perdagangan itu.
Subali menyebutkan terdapat 52 bidang lahan HGB di empat blok Pasar Kanjengan yang selama ini masih bermasalah.
Akibat permasalahan hukum berlarut hingga bertahun-tahun ini, kata dia, para pengusaha di Kanjengan tersebut kesulitan mengembangkan usahanya.
"Pengusaha tidak bisa membangun tempat usahanya karena tidak bisa mengurus IMB, tidak bisa mengajukan kredit karena sertifikat lahannya masih bermasalah," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Gerakan Anti Mafia Tanah Riyanta meminta Wali Kota Semarang tinggal melaksanakan putusan pengadilan.
"Pemkot Semarang tinggal mengeluarkan ruko di Pasar Kanjengan ini dari daftar aset daerah," kata anggota DPR dari PDIP tersebut.
Hal itu ditindaklanjuti dengan penerbitan perpanjangan sertifikat HGB.
"Melaksanakan putusan pengadilan ini merupakan melaksanakan putusan politik," katanya menegaskan.