BMKG: Waspadai La Nina dapat picu bencana hidrometeorologi
Temanggung (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai La Nina pada musim hujan mendatang karena dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti longsor, banjir, dan banjir bandang.
Dwikorita di Temanggung, Kamis, mengatakan mulai bulan Oktober ini La Nina dampaknya mengakibatkan peningkatan curah hujan di hampir seluruh wilayah Indonesia, terutama Indonesia bagian tengah dan utara.
"La nina berasal dari Samudera Pasifik akibat suhu muka air laut Samudera Pasifik mengalami anomali, yaitu lebih dingin hampir mendekati minus 1 derajat sementara suhu di Kepulauan Indonesia lebih hangat," katanya usai menutup Sekolah Lapang Iklim Operasional di Kabupaten Temanggung.
Ia menuturkan perbedaan suhu itu mengakibatkan terjadinya pergerakan aliran masa udara basah dari Samudera Pasifik bergerak menuju kepulauan Indonesia, dampaknya termasuk di Pulau Jawa ini juga terkena.
"Pada saat La Nina terjadi peningkatan curah hujan dari 20 sampai 40 persen di atas normalnya, itu secara umum, Jawa juga kena, kecuali Sumatera yang tidak terkena," katanya.
Ia menyampaikan potensi La Nina yang berdampak pada peningkatan curah hujan mencapai 20-40 persen di Jateng, terutama wilayah selatan yakni Cilacap, Purworejo, Kebumen, kemudian di bagian utara timur seperti Demak.
"Wilayah Wonosobo dan Banjarnegara juga terkena tetapi Temanggung 0 persen. Banjarnegara dan Wonosobo kena 20 persen itu kelebihannya terhadap curah hujan normal dalam satu bulan," katanya.
Ia menyampaikan meskipun Temanggung tidak terkena La Nina kondisi normal pun kondisi curah hujan sudah tinggi.
"Perlu kami sampaikan puncak La Nina diperkirakan pada Desember, Januari, dan Februari mendatang, tetapi puncak musim hujan Januari, Februari," katanya.
Oleh karena itu, katanya yang dikhawatirkan adalah dampak hujan tersebut terhadap produksi atau komoditas pertanian dan perkebunan sehingga sekolah lapang iklim ini meskipun ditutup hari ini, diharapkan masih ada komunikasi dan pembelajaran lebih lanjut.
Dwikorita di Temanggung, Kamis, mengatakan mulai bulan Oktober ini La Nina dampaknya mengakibatkan peningkatan curah hujan di hampir seluruh wilayah Indonesia, terutama Indonesia bagian tengah dan utara.
"La nina berasal dari Samudera Pasifik akibat suhu muka air laut Samudera Pasifik mengalami anomali, yaitu lebih dingin hampir mendekati minus 1 derajat sementara suhu di Kepulauan Indonesia lebih hangat," katanya usai menutup Sekolah Lapang Iklim Operasional di Kabupaten Temanggung.
Ia menuturkan perbedaan suhu itu mengakibatkan terjadinya pergerakan aliran masa udara basah dari Samudera Pasifik bergerak menuju kepulauan Indonesia, dampaknya termasuk di Pulau Jawa ini juga terkena.
"Pada saat La Nina terjadi peningkatan curah hujan dari 20 sampai 40 persen di atas normalnya, itu secara umum, Jawa juga kena, kecuali Sumatera yang tidak terkena," katanya.
Ia menyampaikan potensi La Nina yang berdampak pada peningkatan curah hujan mencapai 20-40 persen di Jateng, terutama wilayah selatan yakni Cilacap, Purworejo, Kebumen, kemudian di bagian utara timur seperti Demak.
"Wilayah Wonosobo dan Banjarnegara juga terkena tetapi Temanggung 0 persen. Banjarnegara dan Wonosobo kena 20 persen itu kelebihannya terhadap curah hujan normal dalam satu bulan," katanya.
Ia menyampaikan meskipun Temanggung tidak terkena La Nina kondisi normal pun kondisi curah hujan sudah tinggi.
"Perlu kami sampaikan puncak La Nina diperkirakan pada Desember, Januari, dan Februari mendatang, tetapi puncak musim hujan Januari, Februari," katanya.
Oleh karena itu, katanya yang dikhawatirkan adalah dampak hujan tersebut terhadap produksi atau komoditas pertanian dan perkebunan sehingga sekolah lapang iklim ini meskipun ditutup hari ini, diharapkan masih ada komunikasi dan pembelajaran lebih lanjut.