Solo (ANTARA) - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Surakarta, Jawa Tengah, menunggu aturan pengikuti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
"Kami lihat dahulu undang-undang ini karena masih banyak aturan pengikutnya. Baru setelah itu, kami ambil sikap apa yang harus dilakukan terkait dengan omnibus law ini," kata Ketua KSPSI Solo Wahyu Rahadi di Solo, Selasa.
Mengenai UU tersebut, menurut dia, masih ada jalan untuk melakukan penolakan, yaitu mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini kami akan pelajari dahulu, kemudian kami akan memberikan masukan kepada DPP," katanya.
Sementara itu, mengenai beberapa poin yang menjadi kontroversi di dalam UU Cipta Kerja, di antaranya penetapan upah minimum dan perjanjian kerja, dia mengatakan bahwa tanpa adanya aturan cipta kerja sebetulnya praktik tersebut sudah terjadi.
Baca juga: Di Kudus, buruh pasang 40 spanduk penolakan terhadap UU Cipta Kerja
"Masalahnya adalah bagaimana penegakan hukumnya, UU ada tetapi penegakan tidak ada, itu yang menjadi masalah. Nah, apakah omnibus law ini akan ada penegakan hukumnya," katanya.
Selain itu, pihaknya juga melihat belum adanya keseragaman aturan antara draf yang beredar di lingkungan serikat pekerja dengan yang dinyatakan oleh DPR, salah satunya uang pesangon pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Kalau sesuai dengan draf yang saya terima, penghitungan pesangon masih 32 kali gaji, tetapi di penjelasan anggota DPR 23 kali gaji dibayar pengusaha dan 9 kali gaji dibayar pemerintah, ada lagi yang terbaru 19 kali gaji dibayar pengusaha dan 6 dibayar pemerintah. Kita lihat mekanismenya dahulu seperti apa," katanya.
Meski demikian, pihaknya mengapresiasi keterlibatan pemerintah pada aturan pemberian pesangon untuk korban PHK tersebut karena dengan begitu artinya ada kepastian hukumnya.
"Kalau ada intervensi dari pemerintah, kepastian jadi jelas karena selama ini banyak kasus PHK dan teman-teman tidak dapat apa pun," katanya.
Baca juga: Gubernur Ganjar dukung "judicial review" UU Cipta Kerja
Baca juga: Ganjar ajak buruh Jateng tidak mogok massal