Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Tengah mengapresiasi keluarnya sanksi dari Kementerian Dalam Negeri kepada Bupati Klaten Sri Mulyani terkait dengan bantuan berupa cairan penyanitasi tangan Kementerian Sosial untuk warga terdampak pandemi COVID-19 yang ditempeli stiker bergambar kepala daerah yang bersangkutan.
"Kami menyambut baik tindakan Kementerian Dalam Negeri atas dugaan pelanggaran di Kabupaten Klaten, meski hanya sanksi pembinaan dan teguran, tapi setidaknya publik bisa menilai bahwa apa yang terjadi di Klaten merupakan tindakan yang dilarang," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Jateng Sri Wahyu Ananingsih di Semarang, Selasa.
Ia menegaskan seorang kepala daerah dilarang menyalahgunakan bantuan dalam bentuk apapun untuk kepentingan politik.
"Kami juga mengimbau kepada para kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak menyalahgunakan atau tidak melakukan politisasi bantuan sosial," ujarnya.
Menurut dia, Bawaslu akan terus mengutamakan tindakan pencegahan guna mengantisipasi terjadinya pelanggaran, meskipun tidak menutup kemungkinan Bawaslu melakukan penindakan langsung.
Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan sanksi terkait peristiwa botol penyanitasi tangan bantuan Kemensos yang ditempeli gambar Bupati Klaten Sri Mulyani.
Sanksi tersebut tertuang dalam surat Kementerian Dalam Negeri tertanggal 17 Juni 2020 yang ditandatangani Direktur Jenderal Otonomi Daerah Akmal Malik
Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan salah satu poin dalam surat tersebut berbunyi "diminta kepada Saudara Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk memberikan pembinaan dan pengawasan berupa teguran kepada Bupati Klaten dalam kesempatan pertama, dan melaporkan hasil pelaksanaanya kepada Menteri Dalam Negeri".
Sebelumnya, pada akhir April 2020 beredar foto botol penyanitasi tangan bantuan Kemensos yang ditempeli foto Bupati Klaten Sri Mulyani sehingga kemudian ditindaklanjuti Bawaslu Kabupaten Klaten.
Kementerian Dalam Negeri sudah menindaklanjuti surat Bawaslu Klaten dan dalam surat Kemendagri menyebutkan beberapa larangan untuk para kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pasal 76 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
Adapun pasal 76 ayat (1) huruf d menyebutkan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan daerah yang dipimpin.