"Targetnya melahirkan sistematika persampahan hulu hingga hilir, dari produksi sampah hingga pemanfaatannya," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut Ganjar, jumlah sampah di Jateng saat ini per tahun mencapai 5,7 juta ton atau 15.671 ton per hari dan untuk mengatasinya Jateng memiliki kekuatan 1.562 bank sampah, 144 tempat pembuangan akhir (TPA) 3 R dan 542 rumah rosok yang bisa mengurangi 267.861 atau hanya 4,71 persen.
Terkait dengan itu, Ganjar menyebutkan perlu ada sistematika yang jelas dalam mengatasi berbagai persoalan sampah
Baca juga: Jateng akan gelar Kongres Sampah di Tuntang
"Hari ini banyak orang bicara, saya punya bank sampah, punya relawan dan lainnya. Atau bahkan ada ungkapan ini mesti diselesaikan pemerintah dengan membayar orang, tapi semua itu sudah ada dan ternyata persoalan sampah belum bisa kita tangani," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Total sampah di tingkat nasional tercatat mencapai 67 juta ton per tahun dengan sampah organik sebanyak 60 persen dan sampah plastik 15 persen.
Kekuatannya, hanya ada 9.550 kolaborator yang menangani pengurangannya, bahkan berdasarkan data The World Bank pada 2018, sebanyak 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut sekitar 12,7 juta ton dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton.
"Ide-ide yang berserakan soal sampah itu kami tata dulu sejak sebelum pelaksanaan Kongres Sampah. Soal plastik misalnya, eh kamu itu penyumbang sampah besar, yang industri 'kresek' sudah bilang mereka menyumbang sampah plastik hanya sebesar 6 persen. Selebihnya multilayer, lebih berbahaya karena tidak bisa diolah, yang begini kita minta disistematisasi," ujarnya.
Baca juga: Jateng siapkan Kongres Sampah
Sistematika sederhana yang telah dihasilkan forum pra Kongres Sampah itu menurut Ganjar mencakup persoalan sampah di hulu yang meliputi perilaku masyarakat, di hilir yang mencakup pemanfaatannya dan di antara keduanya terdapat pengelolaan.
Dalam Kongres Sampah tersebut nantinya memang ada beberapa sidang komisi beranggotakan akademisi, birokrat, masyarakat dan aktivis yang akan mengidentifikasi dan mengeluarkan keputusan terkait beberapa persoalan itu.
"Dari itu saya mengharapkan dari Kongres Sampah ini akan ada keluaran, ada yang fokus menangani perilaku masyarakat yang mesti berubah, ada yang fokus regulasi, harus ada tempah sampah misalnya atau ada solusi lain. Teknologi sampah yang sudah ada akan bermanfaat jika perilaku kita sudah tertata," kata mantan anggota DPR RI itu.
Kendati demikian, Ganjar menyadari itu bukan pekerjaan ringan dan berkaca pada Kongres Sungai yang telah berjalan selama empat tahun ini merupakan manifestasi gerakan penyadaran bahwa sungai merupakan salah satu bagian terpenting negara maritim bukanlah sekadar tempat pembuangan akhir yang akhirnya dipunggungi.
Baca juga: Gubernur Jateng akan gelar Kongres Sampah
Dari Kongres Sungai tersebut, kata dia, lahirlah Sekolah Sungai di beberapa daerah di Jateng yang bergerak minimal menjaga kebersihan dan mengedukasi masyarakat untuk merawat sungai.
"Saya tidak bisa memprediksi sampai berapa tahun akan dilakukan, tapi gerakan harus kita dorong dan perilaku kita tanamkan. Kalau saya ngobrol dengan beberapa pemerintahan, Jepang misalnya saya tanya mereka saja butuh waktu 50 tahun untuk mengubah perilaku warganya, maka dalam kongres ini kita undang seluruh daerah agar bareng-bareng mewujudkan spirit ini," ujarnya.