Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mencatat kasus anak yang berhadapan dengan hukum selama 2017-2018 masih tinggi dengan didominasi karena terjerat kasus pencurian, tawuran, penganiayaan, dan kasus seksual dengan anak sebagai korban maupun pelaku.
"Tahun 2017 anak berhadapan hukum (ABH) tercatat mencapai 684 anak dan di tahun 2018 turun meskipun masih tinggi yakni 634 anak," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng Retno Sudewi di Semarang, Kamis.
Hal tersebut disampaikan Retno Sudewi pada acara Sosialisasi Kebijakan Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum bagi tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah daerah di salah satu hotel di Semarang.
Ia mengakui untuk menurunkan angka ABH tersebut dibutuhkan peran serta seluruh pihak baik itu orang tua, lingkungan, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah daerah, serta media massa.
"Diperlukan upaya penanganan yang komprehensif, holistik, dan integratif. Pasal 59 ayat 2 undang-undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada mereka (anak berhadapan hukum)," kata Retno.
Baca juga: Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum Masih Marak
Salah satu perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum adalah dengan penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial serta pencegahan penyakit kesehatan.
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan Stigmatisasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Hasan mengatakan ada sejumlah hal yang harus dilakukan agar anak tidak berhadapan dengan hukum.
Sejumlah langkah tersebut, katanya, jangan melakukan kekerasan terhadap anak, karena kemungkinan anak melakukan kekerasan juga kepada orang lain dan jangan melakukan kekerasan di depan anak.
Selain itu, kata dia, melarang anak menonton kekerasan, jangan mengajarkan atau melibatkan anak untuk melakukan kekerasan, jangan melabeli anak sebagai anak nakal, dan tidak mengkriminalisasi anak.
Baca juga: Ini cara Pemkot Magelang tekan kekerasan terhadap anak
Baca juga: Pejabat: Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan di Kota Semarang masih Tinggi