Penangguhan terdakwa penggelapan keuangan Universitas Muria Kudus belum dikabulkan
Kudus (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kudus, Jawa Tengah belum mengabulkan permohonan penangguhan penahanan salah satu terdakwa kasus dugaan penggelapan keuangan Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus.
"Hasil musyawarah dengan majelis hakim masih belum mengambil satu keputusan terkait permohonan penangguhan penahanan terdakwa II Zamhuri," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kudus Singgih Wahono, saat sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan keuangan Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus dengan agenda putusan sela, di PN Kudus, Senin.
Alasannya, kata dia, karena berkaitan dengan jenis pemidanaan nantinya, sedangkan proses perkaranya masih berjalan dan menyangkut substansi perkara.
Ia menjelaskan bahwa penangguhan penahanan ada kaitannya dengan tuntutan akhir, sedangkan saat ini dinilai belum ada hal-hal yang mendesak untuk penangguhan penahanan.
"Misal hal penting dibutuhkan negara atau tugas lainnya dengan dukungan dari lembaga terkait. Jika bertugas di UMK, maka harus ada surat keterangan dari UMK bahwa posisi anda saat ini memang tidak tergantikan," ujarnya.
Baca juga: Terdakwa penggelapan keuangan Universitas Muria Kudus minta penangguhan
Dalam pengajuan penangguhan tersebut, terdakwa II Zamhuri memberikan jaminan uang sebesar Rp10 juta dan istrinya.
Terdakwa I Lilik Riyanto yang merupakan mantan Bendahara Umum Yayasan Pembina UMK dan terdakwa II Zamhrui mantan Staf Yayasan Pembina UMK melakukan pembelian dan pembayaran sembilan bidang tanah di Pladen, Kecamatan Jekulo, Kudus tanpa melalui rapat pengurus dan tidak meminta persetujuan Yayasan Pembina UMK, sehingga melanggar ketentuan dalam anggaran rumah tangga Yayasan Pembina UMK.
Dalam transaksi pembelian tanah senilai Rp13,05 miliar, akhirnya baru terbayar Rp10,2 miliar dan masih kurang Rp2,5 miliar.
Pemilik tanah akhirnya membatalkan transaksi tersebut karena belum ada pelunasan, kemudian yang dibayarkan sebelumnya dikembalikan ke rekening milik Yayasan Pembina UMK.
Akibat perbuatan para terdakwa, Yayasan Pembina UMK mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.
Lilik Riyanto usai sidang mengaku menyesalkan kasus yang dialaminya sebetulnya merupakan perkara perdata.
"Banyak unsur non-hukumnya. Pelapornya merupakan mantan bos saya," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, kasus yang seharusnya perdata ternyata menjadi kasus pidana.
Atas perbuatannya itu, keduanya diancam pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Hasil musyawarah dengan majelis hakim masih belum mengambil satu keputusan terkait permohonan penangguhan penahanan terdakwa II Zamhuri," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kudus Singgih Wahono, saat sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan keuangan Yayasan Pembina Universitas Muria Kudus dengan agenda putusan sela, di PN Kudus, Senin.
Alasannya, kata dia, karena berkaitan dengan jenis pemidanaan nantinya, sedangkan proses perkaranya masih berjalan dan menyangkut substansi perkara.
Ia menjelaskan bahwa penangguhan penahanan ada kaitannya dengan tuntutan akhir, sedangkan saat ini dinilai belum ada hal-hal yang mendesak untuk penangguhan penahanan.
"Misal hal penting dibutuhkan negara atau tugas lainnya dengan dukungan dari lembaga terkait. Jika bertugas di UMK, maka harus ada surat keterangan dari UMK bahwa posisi anda saat ini memang tidak tergantikan," ujarnya.
Baca juga: Terdakwa penggelapan keuangan Universitas Muria Kudus minta penangguhan
Dalam pengajuan penangguhan tersebut, terdakwa II Zamhuri memberikan jaminan uang sebesar Rp10 juta dan istrinya.
Terdakwa I Lilik Riyanto yang merupakan mantan Bendahara Umum Yayasan Pembina UMK dan terdakwa II Zamhrui mantan Staf Yayasan Pembina UMK melakukan pembelian dan pembayaran sembilan bidang tanah di Pladen, Kecamatan Jekulo, Kudus tanpa melalui rapat pengurus dan tidak meminta persetujuan Yayasan Pembina UMK, sehingga melanggar ketentuan dalam anggaran rumah tangga Yayasan Pembina UMK.
Dalam transaksi pembelian tanah senilai Rp13,05 miliar, akhirnya baru terbayar Rp10,2 miliar dan masih kurang Rp2,5 miliar.
Pemilik tanah akhirnya membatalkan transaksi tersebut karena belum ada pelunasan, kemudian yang dibayarkan sebelumnya dikembalikan ke rekening milik Yayasan Pembina UMK.
Akibat perbuatan para terdakwa, Yayasan Pembina UMK mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.
Lilik Riyanto usai sidang mengaku menyesalkan kasus yang dialaminya sebetulnya merupakan perkara perdata.
"Banyak unsur non-hukumnya. Pelapornya merupakan mantan bos saya," ujarnya.
Hanya saja, kata dia, kasus yang seharusnya perdata ternyata menjadi kasus pidana.
Atas perbuatannya itu, keduanya diancam pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.