Semarang (Antaranews Jateng) - Rektor Universitas Negeri Semarang Prof Fathur Rokhman menilai sesuatu yang bersifat tuduhan-tuduhan tidak perlu didebatkan karena ada ranahnya tersendiri, yakni ranah hukum.
"Bahwa di dunia akademik ada tantangan untuk mendiskusikan karya ilmiah, tetapi kalau misalnya berdebat karena aspek emosi, tuduhan-tuduhan, itu ada ranahnya, yakni ranah hukum," katanya di Semarang, Rabu.
Hal tersebut diungkapkannya terkait tantangan debat ilmiah terbuka yang disampaikan seorang guru besar Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang untuk membuktikan tuduhan plagiarisme.
Usai memimpin upacara wisuda Unnes, Fathur mengatakan perdebatan dari aras keilmuan di perguruan tinggi itu sangat penting karena kampus terdiri atas keberagaman keilmuan yang disatukan semangat akademik.
"Perguruan tinggi terdiri atas keberagaman keilmuan yang disatukan dengan semangat akademik dan semangat keilmuan. Makanya, di dalam perguruan tinggi ada kebebasan, mimbar akademik, mimbar keilmuan," katanya.
Secara prinsip, Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unnes itu menyatakan keterbukaan perguruan tinggi, termasuk Unnes melakukan debat ilmiah, termasuk bedah atas bukunya yang pernah dilakukan.
Ditanya apakah akan meladeni tantangan debat ilmiah terbuka yang disampaikan guru besar Udinus itu, Fathur menyebutkan akan meladeninya dengan keilmuan dan "wisdom" atau kearifan.
"Ya, diladeni dengan keilmuan, dengan 'wisdom', kearifan. Saya menyikapi secara bijak saja, berterima kasih telah ditantang. Semakin tinggi tantangan, ujian, artinya Allah menempatkan kita di posisi yang lebih tinggi," pungkasnya.
Sebelumnya, Prof. Supriadi Rustad dari Udinus menyampaikan tantangan kepada Fathur untuk melakukan debat ilmiah secara terbuka atas dugaan plagiarisme yang dituduhkan kepadanya.
Undangan debat terbuka itu disampaikan Supriadi yang dahulunya profesor di Unnes itu melalui blog pribadinya, "supriadirustad.wordpress.com" yang berjudul "Undangan Terbuka SR kepada Prof. Dr. Fathur Rokhman: Mari Debat Ilmiah, Bukan Lapor Polisi" tertanggal 11 September 2018.
Dikatakan mantan Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikti itu, tantangan debat itu disampaikannya karena merasa sikap Rektor Unnes yang tidak profesional dengan melibatkan anaknya yang kebetulan dosen muda di Unnes atas persoalan yang terjadi di antara mereka berdua.
Supriadi dahulunya Pembantu Rektor 1 Unnes dan Fathur Pembantu Rektor IV Unnes yang ketika itu sama-sama maju Pilrek Unnes 2014. Namun, Supriadi memutuskan mundur pada pertengahan proses pilrek setelah sempat berseteru panjang hingga ranah kepolisian.
Meski sudah resmi pindah ke Udinus, Supriadi menceritakan dalam blog tersebut bahwa sosoknya masih saja dikaitkan dengan setiap peristiwa negatif yang terjadi di Unnes, seperti demonstrasi mahasiswa hingga belakangan dugaan plagiarisme Rektor Unnes.
Dalam blog tersebut, dia menyampaikan adanya tuduhan bahwa media "Serat.id" adalah media kepunyaannya yang disampaikan seorang profesor senior Unnes kepada Rektor Udinus dan istrinya saat kebetulan bertemu di bandara, Minggu (19/8).
"Serat.id" adalah media pertama yang mencuatkan dugaan plagiarisme Rektor Unnes, tetapi ditegaskannya bahwa media tersebut bukanlah miliknya, apalagi selama ini belum tahu persis lokasi kantor media itu meski baru disadarinya ternyata dekat Udinus.
Pada tanggal 1 Juli 2018, diceritakannya dalam blog itu, seorang pejabat Unnes mendatangi kediamannya malam hari ketika istrinya sedang sendirian di rumah karena dirinya tengah berada di Paris sehingga sempat menimbulkan kekagetan dan ketakutan dari sang istri.
Tak hanya itu, Supriadi melanjutkan dalam blognya bahwa pada hari Jumat (7/9) anak keduanya yang kebetulan dosen muda di FBS Unnes diminta menghadap Fathur dengan diantar dekan, setelah dua kali dipanggil dekan tanpa kejelasan.
Dalam pertemuan itu, putrinya ditunjukkan data-data plagiat yang dituduhkan dan memeragakan sedang mencetak tulisan SR (Supriadi Rustad) yang segera dilaporkan ke Polda seraya berpesan untuk menyampaikan apa yang dilihat dan didengarnya kepada sang ayah.
"Saya menilai cara-cara yang ditempuh Rektor dalam membangun komunikasi dengan dosen pada kasus itu sungguh di luar kelaziman dan keadaban. Tema pertemuan itu pun penuh intimidasi, terutama tentang dosa-dosa bapaknya yang sama sekali tidak berkaitan dengan tugasnya sebagai dosen, baik sebagai pendidik maupun ilmuwan," katanya.
Bahkan, kata dia, Rektor Unnes didampingi pejabat Dikti juga sempat mendatangi kampus tempatnya mengajar sekarang untuk bertemu Rektor Udinus Prof. Edi Noersasongko dan meminta "menasihatinya" berhenti menulis yang diunggahnya di laman resmi Udinus.
"Undangan ini saya sampaikan secara terbuka kepada Pak Fathur. Tunjukkan mana karya saya yang plagiat. Kalau terbukti saya plagiat, saya yang akan meminta sendiri kepada Pak Menteri (Menristek) untuk mencabut gelar guru besar saya," kata Supriadi.
Berita Terkait
Rektor Upgris-Unimus jadi panelis debat terakhir Pilkada Kota Semarang
Jumat, 15 November 2024 16:25 Wib
Udinus Semarang masuk pemeringkatan QS World University Rankings
Rabu, 13 November 2024 21:44 Wib
Rektor: Peringkat UNS naik pada QS Asia Rankings
Jumat, 8 November 2024 16:40 Wib
Dua rektor jadi panelis debat kedua Pilkada Kota Semarang
Jumat, 8 November 2024 7:27 Wib
UMP targetkan terima 6.000 mahasiswa baru program reguler pada tahun 2025
Minggu, 3 November 2024 14:03 Wib
Panen "cumlaude", Rektor UIN Walisongo ajak wisudawan studi lanjut
Sabtu, 2 November 2024 18:49 Wib
Rektor: Perubahan ITTP jadi Tel-U Purwokerto untuk penyamaan kualitas
Kamis, 31 Oktober 2024 14:16 Wib
Rektor Unisri soroti tantangan dunia kerja bagi lulusan baru
Rabu, 30 Oktober 2024 16:43 Wib