Jakarta, ANTARA JATENG - Kelompok pemberontak Houthi di Yaman menyatakan
bertanggung jawab atas ledakan keras di Riyadh, Sabtu, dan menyatakan
bahwa rudal balistik jarak jarak jauh yang mereka tembakkan mampu
menjangkau lebih dari 800 km melewati perbatasan dengan Saudi Arabia.
Tidak ada korban jiwa akibat ledakan tersebut.
Seperti yang dikutip Al Jazeera, Minggu, juru bicara pemberontak
mengatakan bahwa mereka melepaskan rudal Burkan 2-H jenis Scud yang
memiliki jangkauan lebih dari 800 km menuju Kota Riyadh.
"Ibu kota negara yang terus menembaki kami, menargetkan rakyat sipil
tidak bersalah, tidak akan lolos dari rudal kami," kata juru bicara
tersebut.
Al Masirah, jaringan televisi yang dikelola kelompok pemberontak
Houthi, melalui jaringan media sosial mereka juga mengaku bertanggung
jawab atas serangan tersebut.
Rekaman video yang disiarkan melalui sosial media memperlihatkan
asap yang membubung dari komplek bandara internasional Raja Khalid di
Riyadh.
Sementara itu kantor berita resmi Saudi Arabia SPA mengutip Kolonel
Turki al-Maliki mengatakan bahwa tepat pada pukul 08.07 malam waktu
setempat, sebuah rudal balistik ditembakkan dari arah Yaman menuju
Kerajaan Saudi Arabia.
Menurut Maliki, pasukan Saudi Arabia menggunakan rudal Patriot dari
udara ke udara untuk menangkis dan menghancurkan rudal tersebut yang
serpihannya kemudian jatuh berserakan di kawasan tanpa penduduk di timur
bandara.
Dalam sebuah wawancara dengan Al Jareera beberapa waktu lalu,
Mohammed Abdul Salam, juru bicara kelompok Houthi, mengancam akan
meningkatkan operasi di perbatasan Yaman-Saudi Arabia dan menargetkan
serangan jauh ke wilayah Saudi Arabia.
"Pihak Saudi yang memulai perang. Respons kami akan terus dan
meningkat dengan target jauh ke wilayah Saudi Arabia, kawasan militer di
mana pesawat jet mereka terbang, atau pos militer di dalam teritori
Yaman," kata Abdul Salam.
"Abu Dhabi dan target kami yang lain, sejauh ini adalah target
militer. Negara mana pun yang menargetkan Yaman akan dibalas oleh
tembakan rudal kami," katanya.
Perang saudara di Yaman, negara paling miskin di kawasan Arab,
pecah sejak 2014 setelah pemberontak Houthi menguasai Ibukota Sanaa dan
terus maju dengan target Aden, kota terbesar ketiga di negara itu.
Karena khawatir dengan meningkatnya serangan pemberontak Houthi,
yang diyakini mendapat dukungan dari Iran, Saudi Arabia yang berkoalisi
dengan negara Arab lain yang beraliran Sunni, melakukan intervensi pada
2015 dalam bentuk serangan udara dengan tujuan mengembalikan Abd-Rabbu
Mansour Hadi ke kursi presiden.
Sejak itu, lebih dari 10.000 warga menjadi korban dan setidaknya
40.000 terluka, sebagian besar akibat serangan udara Saudi Arabia.