Jakarta, ANTARA JATENG - KPK memanggil mantan Team Leader Loan Work Out
(LWO)-I Asset Management Credit (AMC) Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) Thomas Maria sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak
pidana korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul
Nursalim terkait pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Thomas
Maria diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SAT (Syafruddin Arsyad
Temenggung)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Thomas Maria diketahui sudah pernah dipanggil sebelumnya pada 16 juni
2017 lalu. Ia adalah Team Leader LWO-I AMC BPPN pada 2000-2002.
Kemarin, KPK memanggil Direktur PT Gajah Tunggal Tbk Ferry Lawrentius
Hollen sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset obligor
BLBI kepada BPPN, tapi Ferry tidak hadir tanpa keterangan.
KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung
sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian
Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002
tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah
menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak
menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian
Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati yang
juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri
Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN
Laksamana Sukardi. Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah
menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah
kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan
sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban
Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham
atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan
Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi
kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset
oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari
pinjaman BLBI.
Sehingga hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun dapat
dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7 triliun
tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada
kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi
kerugian negara.
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia
kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter
1998 di Indonesia. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini dilakukan
berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF.
Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5
triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis
tersebut. Namun penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan
ketentuan sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp 138,4
triliun karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan.
Terkait dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur kemudian
diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung tapi Kejaksaan mengeluarkan
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada para debitur dengan
dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN.