Di tengah demonstrasi pro-demokrasi yang telah berlangsung hampir satu bulan di kota semi-otonom Tiongkok itu, Komite HAM PBB menilai bahwa pemerintah di Hong Kong gagal menyerap aspirasi massa untuk perubahan, lapor AFP.
"Kami telah menerima respon (dari pemerintah Hong Kong), namun respon itu menunjukkan bahwa tidak ada tindakan yang telah dilakukan untuk mengimplementasikan rekomendasi kami," kata anggota komite asal Belanda, Cornelis Flinterman.
Komite HAM PBB sendiri tidak berwenang untuk memberlakukan sanksi. Badan tersebut hanya bertugas untuk memberi penilaian pada terhadap semua negara anggota secara berkala.
Pada 2013 lalu, komite HAM mendesak Hong Kong "mengambil semua langkah yang diperlukan bagi implementasi hak pilih universal" dan memberi waktu bagi pemerintah kota tersebut satu tahun untuk melaporkan perkembangan.
Kepada komite HAM, Hong Kong mengatakan bahwa hak pilih universal akan diberlakukan pada 2017 dalam pemungutan suara kepala eksekutif kota dan 2020 pada pemilihan dewan legislatif.
Namun rencana tersebut gagal di tengah jalan saat pemerintah pusat di Beijing pada Agustus lalu mewajibkan semua calon kepala eksekutif kota untuk diseleksi terlebih dahulu oleh Komite Partai Komunis Pusat sebelum dipilih warga Hong Kong.
Aktivis pro-demokrasi Hong Kong kemudian menentang kebijakan pusat tersebut dan memulai demonstrasi yang bertahan hingga saat ini. Mereka mengatakan bahwa seleksi calon kepala eksekutif oleh Komite Partai Komunis hanya akan menghasilkan pemimpin boneka pro-Beijing.
Pemerintah kota Hong Kong sendiri sempat melakukan pertemuan dengan pemimpin demonstran untuk membubarkan unjuk rasa.
Namun para demonstran masih bersikeras bertahan dengan mendirikan tenda di depan gedung perkantoran dan menolak membubarkan diri sampai pemerintah menawarkan perubahan berarti.
Potensi kegagalan perundingan itu memunculkan kekhawatiran akan terulangnya bentrok antara kepolisian dengan demonstran sebagaimana terjadi pada pekan lalu ketika puluhan orang terluka.
Konfrontasi juga terjadi antara demonstran dengan penduduk kota yang marah akibat blokade di sejumlah jalan utama. Jajak pendapat terakhir menunjukkan baha dukungan terhadap perjuangan kelompok pro-demokrasi hanya mencapai 38 persen, atau naik dari 31 persen dari pekan sebelumnya.