Purwokerto (Antaranews Jateng) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minta peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) atau yang dikenal dengan inspektorat daerah secepatnya diperkuat, kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
"Kami berharap secepatnya. Kalau bisa tahun ini revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 yang berkaitan dengan APIP itu sudah terbit," katanya kepada wartawan usai memberikan kuliah umum di Gedung Roedhiro, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin sore.
Ia mengatakan di dalam draf revisi peraturan pemerintah tersebut, pengangkatan APIP atau inspektorat akan dilakukan secara berjenjang, yakni inspektorat di tingkat kabupaten/kota diangkat oleh gubernur, sedangkan di tingkat provinsi oleh Menteri Dalam Negeri.
Selama ini, kata dia, inspektorat diangkat oleh kepala daerah melalui sekretaris daerah.
"Kami melihat kalau seperti ini (diangkat oleh kepala daerah, red.), kepala daerah yang tidak memiliki komitmen yang baik, tidak berintegritas akan menunjuk inspektorat itu asal-asalan saja. Terbukti seperti itu, artinya inspektorat enggak optimal dalam bekerja mengawasi jalannya pemerintah di daerah, penggunaan keuangan di daerah, mereka tidak independen, jangankan mengawasi kepala daerah, mengawasi dinas-dinasnya mereka enggak berani," katanya.
Dengan demikian ketika surat keputusan pengangkatannya dikeluarkan oleh gubernur, kata dia, inspektorat di kabupaten/kota akan lebih percaya diri dan kepala daerah tidak bisa memberhentikan atau memutasikan pejabat tersebut.
Selain itu, lanjut dia, ketika inspektorat menemukan penyimpangan yang dilakukan oleh kepala dinas akan lebih berani untuk melaporkannya dan laporan hasil audit tersebut tidak disampaikan kepada kepala daerah setempat melainkan kepada gubernur atau pejabat setingkat di atasnya.
"Laporan dari masyarakat yang ditindaklanjuti oleh APIP atau inspektorat itu tidak dilaporkan ke kepala daerah, tetapi ke gubernur. Kalau untuk tingkat provinsi, disampaikan ke Kemendagri," katanya.
Marwata mengatakan pihaknya ingin memastikan laporan dari masyarakat itu ditindaklanjuti dan ke depannya kalau independensi inspektorat sudah kuat dan kemampuan auditornya ditingkatkan serta anggarannya diperkuat, pengaduan-pengaduan yang masuk ke KPK akan disampaikan ke inspektorat setempat untuk dilakukan audit dengan supervisi dari lembaga antirasuah itu.
Ia mengaku yakin jika hal itu bisa dilakukan, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi akan jauh lebih efektif karena tidak semuanya bergantung pada KPK.
"Kalau sekarang semuanya bergantung pada KPK. KPK hanya punya 1.500 orang, waduh setengah mati kita kalau harus sampai turun ke daerah dan mahal sekali biayanya kalau harus turun sendiri ke daerah-daerah," katanya.
"Kami berharap secepatnya. Kalau bisa tahun ini revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 yang berkaitan dengan APIP itu sudah terbit," katanya kepada wartawan usai memberikan kuliah umum di Gedung Roedhiro, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin sore.
Ia mengatakan di dalam draf revisi peraturan pemerintah tersebut, pengangkatan APIP atau inspektorat akan dilakukan secara berjenjang, yakni inspektorat di tingkat kabupaten/kota diangkat oleh gubernur, sedangkan di tingkat provinsi oleh Menteri Dalam Negeri.
Selama ini, kata dia, inspektorat diangkat oleh kepala daerah melalui sekretaris daerah.
"Kami melihat kalau seperti ini (diangkat oleh kepala daerah, red.), kepala daerah yang tidak memiliki komitmen yang baik, tidak berintegritas akan menunjuk inspektorat itu asal-asalan saja. Terbukti seperti itu, artinya inspektorat enggak optimal dalam bekerja mengawasi jalannya pemerintah di daerah, penggunaan keuangan di daerah, mereka tidak independen, jangankan mengawasi kepala daerah, mengawasi dinas-dinasnya mereka enggak berani," katanya.
Dengan demikian ketika surat keputusan pengangkatannya dikeluarkan oleh gubernur, kata dia, inspektorat di kabupaten/kota akan lebih percaya diri dan kepala daerah tidak bisa memberhentikan atau memutasikan pejabat tersebut.
Selain itu, lanjut dia, ketika inspektorat menemukan penyimpangan yang dilakukan oleh kepala dinas akan lebih berani untuk melaporkannya dan laporan hasil audit tersebut tidak disampaikan kepada kepala daerah setempat melainkan kepada gubernur atau pejabat setingkat di atasnya.
"Laporan dari masyarakat yang ditindaklanjuti oleh APIP atau inspektorat itu tidak dilaporkan ke kepala daerah, tetapi ke gubernur. Kalau untuk tingkat provinsi, disampaikan ke Kemendagri," katanya.
Marwata mengatakan pihaknya ingin memastikan laporan dari masyarakat itu ditindaklanjuti dan ke depannya kalau independensi inspektorat sudah kuat dan kemampuan auditornya ditingkatkan serta anggarannya diperkuat, pengaduan-pengaduan yang masuk ke KPK akan disampaikan ke inspektorat setempat untuk dilakukan audit dengan supervisi dari lembaga antirasuah itu.
Ia mengaku yakin jika hal itu bisa dilakukan, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi akan jauh lebih efektif karena tidak semuanya bergantung pada KPK.
"Kalau sekarang semuanya bergantung pada KPK. KPK hanya punya 1.500 orang, waduh setengah mati kita kalau harus sampai turun ke daerah dan mahal sekali biayanya kalau harus turun sendiri ke daerah-daerah," katanya.