Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha memandang penting Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memperkuat Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) untuk menjaga suara rakyat agar tidak menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.
Menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Senin malam, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC ini mengemukakan bahwa Sirekap merupakan inovasi KPU untuk meningkatkan keterbukaan dalam pemilihan umum (pemilu).
Bahkan, kata Pratama Persadha, Sirekap sudah sempat diimplementasikan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, kemudian KPU pada Pemilu 2024 akan menggunakan lagi aplikasi ini untuk memudahkan dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Meskipun Sirekap hanyalah sebagai sebuah alat bantu dan bukan sebuah data yang dijadikan sebagai pegangan dan hasil akhir perhitungan pemilu, menurut Pratama, apabila terjadi serangan siber terhadap Sirekap, kemudian pelaku mengubah jumlah perhitungan suara, tentu hal ini akan timbul banyak kericuhan.
Hal ini mengingat, kata Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), hasil perhitungan dari Sirekap adalah salah satu yang bisa diketahui lebih awal daripada perhitungan dan rekap manual yang dijadikan hasil akhir.
Jika hasil Sirekap memiliki selisih, apalagi selisih yang cukup jauh, menurut dia, akan timbul ketidakpercayaan terhadap hasil perhitungan suara dari KPU. Bahkan, mungkin akan ada permintaan untuk melakukan perhitungan ulang. Hal ini tentu akan memakan banyak waktu serta biaya.
Oleh karena itu, menurut dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK ini, keamanan data Sirekap merupakan salah satu faktor kunci supaya pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 dapat berjalan dengan tertib dan lancar.
Sebelumnya, kata Pratama, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari pernah mengeluarkan penyataan menjamin keamanan aplikasi Sirekap karena pada saat pembangunan sistem sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Pratama lantas menyebutkan beberapa serangan siber yang berpotensi menjadi ancaman terhadap keberlangsungan serta keamanan data yang ada di dalam Sirekap, antara lain, serangan DDoS (Distributed Denial of Service) yang akan membebani server.
"Dengan kondisi seperti itu, server tidak bisa diakses sehingga anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) tidak bisa update hasil perhitungan suara," kata Pratama.
Selain itu, potensi serangan phising dan social engineering serta malware terhadap lebih dari 823.000 HP android milik anggota KPU dan KPPS yang mencoba mendapatkan akses ke aplikasi Sirekap.
Menurut dia, ancaman serangan fisik juga bisa terjadi jika sembarangan orang bisa mengakses ke lokasi perangkat sehingga bisa merusak infrastruktur yang mereka gunakan.
Ada pula, lanjut Pratama, ancaman dari ransomware yang dapat mengambil alih akses sistem atau merusak serta mengunci file yang ada di dalam sistem sehingga sistem tidak dapat dipergunakan.
Baca juga: KPU Pekalongan terapkan aplikasi Sirekap cegah manipulasi suara pemilu