Semarang (ANTARA) - Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana menyebutkan upaya intervensi serentak pencegahan stunting di provinsi itu mencapai 1.428.700 bayi di bawah lima tahun (balita) atau 65,93 persen.
"Hasil pengukuran dan intervensi serentak sudah mencapai 1.428.700 balita dari 2.166.092 balita," kata Nana, usai Rakor Evaluasi Intervensi Serentak Pencegahan Tengkes secara daring di Semarang, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa intervensi serentak dilakukan melalui pendataan, penimbangan, pengukuran, edukasi, intervensi bagi seluruh ibu hamil, balita, dan calon pengantin secara berkelanjutan.
Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara berkolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jateng.
"Kami juga sudah membentuk tim kelompok kerja percepatan penanganan stunting, langsung di bawah Sekda Jateng dan Kepala Dinas Kesehatan, serta diikuti oleh organisasi perangkat daerah (OPD) terkait," katanya.
Sejauh ini, kata dia, ada tiga daerah di Jawa Tengah yang pengukurannya sudah mencapai lebih dari 60 persen, yakni Kabupaten Banyumas, Kabupaten Rembang, dan Kota Tegal.
Nana menegaskan sisa waktu yang ada pada bulan ini akan digunakan untuk menggenjot percepatan program tersebut, sehingga pada akhir Juni 2024 ditargetkan upaya intervensi pencegahan stunting di Jateng bisa mencapai 90 persen.
Pemprov Jateng bersama BKKBN dibantu TNI-Polri akan berkolaborasi untuk mencapai target dari pemerintah pusat.
Bahkan, kata dia, Bhabinkamtibmas dan Babinsa juga akan digerakkan untuk membantu kepala desa dalam melaksanakan langkah percepatan penanganan stunting. Mereka juga akan bekerja sama dengan puskesmas di masing-masing kecamatan.
"Masih ada waktu bagi kami untuk meningkatkan kembali pengukuran dan intervensi ini. Kami akan maksimalkan," kata Nana.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy meminta seluruh kepala daerah, mulai gubernur sampai bupati dan wali kota untuk terus mendorong program intervensi serentak pencegahan stunting.
"Lakukan pemantauan di posyandu. Tinggal sembilan hari lagi, harus tancap gas. Akhir Juni atau memasuki Juli 2024, harus sudah tuntas," katanya.
Muhadjir juga menekankan kepada seluruh posyandu agar menggunakan alat ukur dan timbang yang sesuai standar.
Apabila di tempatnya belum memiliki alat ukur yang sama, bisa bergantian dengan posyandu lain yang sudah mendapatkan bantuan alat ukur dan timbang standar.
"Posyandu yang belum punya alat ukur standar bisa bergiliran dengan posyandu yang sudah punya. Jangan pakai alat seadanya. Pengukuran tidak harus serempak. Jangan gunakan alat yang tidak standar," katanya.