Solo (ANTARA) - Praktisi kesehatan dari Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Ferina Surabaya dr Ashon Sa'adi Sp.OG menyebut kasus infertilitas banyak terjadi di daerah maju, baik pada perempuan maupun laki-laki.
"Kalau WHO menyatakan tren infertilitas cenderung naik. Bahkan dikatakan di negara maju memang lebih banyak dibandingkan negara terpencil atau rendah, rata-rata 17,5 persen dan ini jadi masalah," katanya pada Seminar Mengatasi Permasalahan Infertilitas Secara Tuntas yang diselenggarakan oleh RSIA Ferina Surabaya di Solo, Jawa Tengah, Ahad.
Bahkan, dikatakannya, WHO mengibaratkan dari enam orang, satu di antaranya mengalami permasalahan infertilitas.
"Ini bisa menyangkut laki-laki maupun perempuan dan penyakit lain kalau kita eksplorasi lebih dalam dari pintu kesuburan," katanya.
Ia mengatakan di sebuah jurnal internasional diketahui dari 190 negara, terjadi peningkatan masalah infertilitas pada wanita hingga 0,37 persen, sedangkan pada laki-laki sebesar 0,29 persen.
"Perempuan ternyata lebih tinggi masalahnya karena banyak organ kompleks yang jadi penyebab infertilitas," katanya.
Sementara itu, data dari RSIA Ferina menunjukkan bahwa cukup banyak pasien dari Jawa Tengah, yakni sebanyak 12.800 pasien dalam kurun waktu 2016-2023. Dari total tersebut, untuk wilayah Solo Raya ada sekitar 4.500 pasien.
"Dari data inilah kenapa Solo kami jadikan salah satu tujuan untuk memberikan informasi," katanya.
Ia mengatakan hingga saat ini ada sekitar 4 persen warga Jawa Tengah yang memerlukan reproduksi terbantu, baik inseminasi maupun bayi tabung.
"Itu baru di Ferina, ini kan daerah maju. Artinya, kasus yang butuh reproduksi buatan cukup tinggi," katanya.
Terkait hal itu, menurut dia ada empat hal yang harus diperhatikan ketika ingin mencari pengobatan pada kasus ini, salah satunya pasien harus memperoleh informasi yang akurat.
"Selain itu, identifikasi memperbaiki penyebab, jadi kalau nggak periksa nggak tahu penyebab apa. Kalau periksa sedini mungkin maka treatment lebih tepat dan teratasi," katanya .
Hal lain yang juga harus diperhatikan yakni pengobatan harus dievaluasi sehingga pentingnya pasien melakukan kontrol dan perlunya orang sekitar memberikan dukungan emosional.
"Mengenai fertilitas ini jangan pakai patokan baru menikah 1-2 tahun. Kalau dapat jodoh 41 tahun, ya, harus segera. Pertama menikah harus evaluasi cepat, apalagi untuk wanita berusia di atas 35 tahun maka kemampuan kehamilan akan menurun," katanya.
Pada kesempatan yang sama, dr Aucky Hinting, Ph.D., Sp.And (K) mengatakan kasus infertilitas tidak hanya bisa terjadi pada perempuan tetapi juga laki-laki.
"Oleh karena itu, sehari-hari kami selalu menanyakan ke pasien terkait riwayat penyakit, apakah pernah gondongan, testis ada varises, konsistensi testis bagaimana, kelainan seperti hernia," katanya.
Selanjutnya, meminta pasien untuk melakukan tes sperma. Ia mengatakan apabila hasilnya normal dan jumlahnya cukup maka tidak perlu ada pemeriksaan yang lain, sedangkan jika jumlahnya sedikit yakni di bawah 5-10 juta maka harus periksa hormon.
Menurut dia, laki-laki yang terlalu banyak bekerja dan kurang beristirahat maka akan menghasilkan sperma dengan kualitas jelek. Sedangkan jika waktu istirahat bisa 6-7 jam/hari akan mampu memperbaiki kualitas sperma.
Oleh karena itu, dikatakannya, untuk menghindari fertilitas perlu dilakukan perbaikan gaya hidup serta menghentikan kebiasaan merokok dan minum alkohol.
"Termasuk juga melakukan pengobatan konvensional untuk memperbaiki sperma dengan harapan bisa hamil secara alami. Dengan cara ini, 30 persen pasien bisa hamil secara normal tanpa inseminasi atau bayi tabung," katanya.*
Baca juga: Tim BPJS Kesehatan Purwokerto dan Kemenkes kunjungi FKRTL Banyumas