Pemerintah Provinsi Jateng sejauh ini sudah membantu mengatasi banjir bandang yang sering terjadi di Desa Wonosoco dengan membangun sejumlah dam sabo.
Untuk kawasan pegunungan yang masuk wilayah Pati terdapat empat bangunan dam sabo, sedangkan di wilayah Grobogan juga terdapat empat dam sabo, ditambah dam cek dengan pelat besi.
Akan tetapi, karena kondisi pegunungan gundul dan hanya ditanami tanaman semusim seperti jagung, akhirnya bangunan dam sabo maupun cek dam sudah rata dengan tanah akibat air dari pegunungan bersamaan dengan material tanah dan bebatuan merendam bangunan pencegah banjir.
Pemerintah desa setempat juga melakukan normalisasi aliran sungai dengan anggaran desa menggunakan ekskavator. Sedimentasi di aliran sungai di Desa Wonosoco mencapai ketebalan antara 60 sentimeter hingga 1,5 meter.
Demi membuahkan hasil lebih, Pemerintah Desa Wonosoco menginisiasi diskusi terfokus (FGD) dengan menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk dari BPBD Provinsi Jateng dan sejumlah pakar lingkungan. Juga mengundang perwakilan dari Perhutani dan Pemkab Pati serta Grobogan.
Namun setelah FGD masih perlu aksi konkret hingga ada penanganan berkelanjutan, terutama penyadaran masyarakat petani penggarap lahan di kawasan hutan Pegunungan Kendeng untuk ikut menjaga kelestarian alamnya agar tidak gundul.
Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati Martinus Budi Prasetyo mendukung upaya Pemkab Kudus untuk bersama-sama menyadarkan semua pihak agar peduli dan merawat lingkungan sekitar, terutama Pegunungan Kendeng yang sebagian wilayahnya masuk Kabupaten Pati.
BPBD Pati aktif mengampanyekan pentingnya penghijauan di semua kawasan hutan sebagai salah satu upaya mencegah banjir bandang.
Namun, upaya tersebut juga harus dibarengi dengan langkah konkret Perum Perhutani, yang memiliki otoritas di wilayah Pegunungan Kendeng yang berdekatan dengan Desa Wonosoco.
Salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Desa Wonosoco karena adanya alih fungsi hutan lindung menjadi lahan pertanian semusim.
Padahal berdasarkan ketentuan, lahan yang bisa digunakan untuk tanaman semusim hanya 20 persen, sedangkan 30 persen untuk tanaman buah-buahan, dan 50 persen tanaman hutan.
Praktik di lapangan dimungkinkan tidak demikian karena kondisinya memang tanpa tanaman penghijauan yang memadai. Oleh karena itu, perlu ada penegakan aturan secara tegas dalam pengelolaan lahan, agar warga Desa Wonosoco tidak dilanda banjir bandang akibat sedikitnya tanaman penghijauan di Pegunungan Kendeng.
Yang jelas, penyelesaiannya membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk Pemerintah Pusat untuk ikut turun tangan agar kondisi hutan di Pegunungan Kendeng kembali hijau.
Lebih dari itu, semua pihak harus memiliki kesadaran bersama tentang pentingnya menjaga hutan agar tetap hijau dengan cara bergotong-royong membantu menuntaskan sumber permasalahan yang menjadi penyebab banjir bandang.
Ketika itu terlaksana, warga Desa Wonosoco tidak perlu was-was setiap memasuki musim hujan.