Semarang, Jawa Tengah (ANTARA) - Pemberdayaan kelompok sadar wisata (pokdarwis) dan kemitraan para pemangku kepentingan bersama pihak terkait dinilai menjadi kunci keberhasilan pengembangan desa wisata.
"Keduanya harus bersinergi, pemberdayaan kelompok masyarakatnya melalui pokdarwis, ada di sisi lain mampu kembangkan kemitraan dengan stakeholder, maka desa wisata bisa berkembang pesat," kata Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Ferry Wawan Cahyono di Semarang, Jateng, Selasa.
Ia menyebut saat ini desa wisata di Jateng tumbuh pesat atau tercatat sebanyak 800 desa wisata berdasarkan data Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disporapar) Jateng.
Menurut dia, jumlah desa wisata itu patut mendapatkan apresiasi, meski pada sisi lain ada beberapa desa yang gagal mengembangkan potensi menjadi destinasi wisata.
"Guna menguatkan peran desa wisata, DPRD Bersama Pemprov Jateng belum lama ini telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 yang menjadi penguatan fungsi serta arahan dalam pengembangan desa wisata, bahkan pasal dalam perda itu mengamanatkan pemerintah wajib mendorong pengembangan desa wisata," ujarnya.
Ferry yakin dengan terus didorongnya pengembangan desa wisata maka bisa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Jateng Ngainirrichadl juga mendorong berbagai pihak dari lintas sektoral untuk bersama mengembangkan potensi desa wisata di wilayahnya masing-masing.
"Kami mendorong lintas dinas atau SKPD yang menjalankan program untuk berkolaborasi memajukan desa wisata yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Dari segi UMKM maupun infrastruktur akses menuju lokasi wisata," katanya.
Ia menyebut keberadaan desa wisata dengan berbagai potensinya sangat menyokong perekonomian masyarakat setempat apalagi keberadaan desa wisata di Jateng secara hukum kuat dengan adanya Perda No 2/2019.
"Dengan demikian, pengembangan desa wisata sebagai sebuah keniscayaan. Desa wisata sepenuhnya sudah dipercayakan kepada warga atau masyarakat sekitar untuk mengelola potensi wisatanya masing-masing," ujarnya.
Ia pun sepakat dengan istilah keroyokan dalam pengembangan potensi desa wisata karena semua ikut berkolaborasi atau bekerja sama.
"Tidak ada istilah ego sektoral. Semua harus bekerja sama mulai dari pusat, provinsi beserta anak usahanya sampai tingkat daerah. Saya yakin ini akan sangat sukses untuk semakin memajukan desa-desa wisata," katanya.