Semarang (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan menilai kinerja intermediasi dan keseluruhan jasa keuangan memberikan kontribusi penting dalam menjaga pertumbuhan perekonomian nasional di tengah pelemahan ekonomi dan inflasi global tinggi, pengetatan kebijakan moneter agresif, dan peningkatan tensi geopolitik berkepanjangan.
Ketua OJK Mahendra Siregar pada keterangan persnya diterima di Semarang, Senin, mengakui meski kondisi perekonomian dan sektor keuangan domestik masih terjaga, transmisi kondisi global akan tetap terjadi, sehingga perlu diwaspadai serta window yang tersedia perlu dimanfaatkan untuk menyiapkan kebijakan dan langkah mitigasi yang diperlukan.
"Resesi ekonomi global hampir pasti akan terjadi atau setidaknya di tahun 2023 dan yang belum dapat diprakirakan dengan baik adalah pada kondisi seberapa berat dan lama resesi itu. Perkiraan mengenai perekonomian Indonesia untuk tahun ini dan tahun depan akan tetap tumbuh pada tingkat tidak berbeda di atas lima persen. Kita harus melihat dua kondisi itu dalam perspektif lengkap," katanya.
Sejumlah langkah proaktif yang dilakukan OJK untuk memastikan terjaga stabilitas sektor jasa keuangan, antara lain senantiasa memantau dan memastikan ketersediaan likuiditas, baik untuk mengantisipasi potensi risiko maupun dalam kaitan dengan pelaksanaan fungsi intermediasi Lembaga Jasa Keuangan.
"Di sisi lain, OJK juga mencermati perkembangan kenaikan biaya dana lembaga jasa keuangan sehubungan dengan respon atas peningkatan suku bunga," katanya.
OJK juga meminta lembaga jasa keuangan terus mencermati risiko pasar, termasuk eksposur dalam surat-surat berharga dan valuta asing di tengah tren penguatan USD serta peningkatan volatilitas di pasar keuangan global.
"OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk mencermati perkembangan risiko kredit di sektor-sektor ekonomi yang memiliki konsumsi energi yang tinggi di tengah kenaikan harga energi dan yang kinerjanya berhubungan erat dengan siklus harga komoditas. Selanjutnya, bank diminta untuk melakukan scenario analysis untuk memitigasi risiko dimaksud," katanya.
Langkah lain, OJK akan mempertahankan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mengelola volatilitas dan menghadapi tantangan di pasar modal domestik dalam beberapa waktu ke depan, antara lain asymmetric auto-rejection, pelarangan transaksi short selling, dan pelaksanaan trading halt untuk penurunan IHSG lima persen, seiring masih tinggi volatilitas pasar dan potensi meningkatnya tekanan ke depan.
"Terkait relaksasi, kami belum bisa menyebutkan persisnya bagaimana apakah dibutuhkan. Upaya kita adalah menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan pemerintah. Menjaga sektor keuangan dalam perannya mencapai tingkat pertumbuhan itu. Jika diperlukan kebijakan sesuai untuk mencapai sasaran itu, pada gilirannya akan ditetapkan," katanya.
OJK optimistis sektor jasa keuangan ke depan akan lebih baik dan dapat terus memberikan kinerja positif secara berkelanjutan dengan senantiasa proaktif dan memperkuat kolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, khususnya dalam mengantisipasi peningkatan risiko eksternal serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Kegiatan yang dikemas dalam konferensi pers tersebut, selain ketua OJK ikut memberikan keterangan, antara lain Mirza Adityaswara sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Komite Etik dan anggota, Dian Ediana Rae sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota; Inarno Djajadi sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota; Ogi Prastomiyono sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota; Sophia Isabella Wattimena sebagai Ketua Dewan Audit merangkap anggota; dan Friderica Widyasari Dewi sebagai anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen.