Kajian : Dunia dalam ancaman risiko penggunaan senjata nuklir level tertinggi
Stockholm (ANTARA) - Dunia berada dalam ancaman risiko penggunaan senjata nuklir di level tertinggi dibanding beberapa dekade terakhir dalam beberapa tahun mendatang, demikian kajian dari Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) yang disampaikan pada Senin.
Salah satu pemicunya adalah invasi Rusia ke Ukraina yang menambah ketegangan diantara sembilan negara bersenjata nuklir di dunia, yakni Amerika Serikat, Rusia, Prancis, China, Inggris, India, Israel, Pakistan dan Korea Utara.
Jumlah senjata nuklir secara global berkurang dalam setahun terakhir, yakni menjadi 12.702 pada Januari 2022 dari 13.080 pada Januari 2021. Namun melihat kondisi global saat ini, tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan naik kembali.
Wilfred Wan, Direktur SIPRI bidang Senjata Pemusnah Massal, dalam buku tahunan 2022 lembaga kajian itu menyebutkan bahwa semua negara bersenjata nuklir sedang meningkatkan atau memperbarui arsenal mereka dan sebagian besar mempertajam retorika nuklir dan peran senjata nuklir dalam strategi militer mereka.
Sehingga ini menjadi sebuah kecenderungan yang sangat mengkhawatirkan, kata dia.
Rusia memiliki arsenal nuklir terbesar di dunia dengan 5.977 hulu ledak, sekitar 550 lebih banyak daripada AS.
Kedua negara itu menguasai lebih dari 90 persen hulu ledak nuklir yang ada di dunia, tetapi SIPRI mengatakan China sedang meningkatkan arsenalnya dengan 300 lebih rudal baru.
Sekitar 3.732 hulu ledak diperkirakan telah dipasang pada rudal dan pesawat, dan sekitar 2.000 lainnya –hampir semua milik Rusia atau AS– berada dalam kesiapan yang tinggi.
"Hubungan di antara kekuatan-kekuatan besar dunia makin memburuk ketika umat manusia dan planet ini menghadapi banyak tantangan bersama yang besar dan mendesak, yang hanya dapat diatasi dengan kerja sama internasional," kata Stefan Lofven, ketua dewan pengurus SIPRI dan mantan perdana menteri Swedia.
Sumber: Reuters
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertama sejak Perang Dingin, senjata nuklir global akan bertambah lagi
Salah satu pemicunya adalah invasi Rusia ke Ukraina yang menambah ketegangan diantara sembilan negara bersenjata nuklir di dunia, yakni Amerika Serikat, Rusia, Prancis, China, Inggris, India, Israel, Pakistan dan Korea Utara.
Jumlah senjata nuklir secara global berkurang dalam setahun terakhir, yakni menjadi 12.702 pada Januari 2022 dari 13.080 pada Januari 2021. Namun melihat kondisi global saat ini, tidak menutup kemungkinan jumlahnya akan naik kembali.
Wilfred Wan, Direktur SIPRI bidang Senjata Pemusnah Massal, dalam buku tahunan 2022 lembaga kajian itu menyebutkan bahwa semua negara bersenjata nuklir sedang meningkatkan atau memperbarui arsenal mereka dan sebagian besar mempertajam retorika nuklir dan peran senjata nuklir dalam strategi militer mereka.
Sehingga ini menjadi sebuah kecenderungan yang sangat mengkhawatirkan, kata dia.
Rusia memiliki arsenal nuklir terbesar di dunia dengan 5.977 hulu ledak, sekitar 550 lebih banyak daripada AS.
Kedua negara itu menguasai lebih dari 90 persen hulu ledak nuklir yang ada di dunia, tetapi SIPRI mengatakan China sedang meningkatkan arsenalnya dengan 300 lebih rudal baru.
Sekitar 3.732 hulu ledak diperkirakan telah dipasang pada rudal dan pesawat, dan sekitar 2.000 lainnya –hampir semua milik Rusia atau AS– berada dalam kesiapan yang tinggi.
"Hubungan di antara kekuatan-kekuatan besar dunia makin memburuk ketika umat manusia dan planet ini menghadapi banyak tantangan bersama yang besar dan mendesak, yang hanya dapat diatasi dengan kerja sama internasional," kata Stefan Lofven, ketua dewan pengurus SIPRI dan mantan perdana menteri Swedia.
Sumber: Reuters
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pertama sejak Perang Dingin, senjata nuklir global akan bertambah lagi