Semarang (ANTARA) - Di tengah kemajuan teknologi yang makin hari makin pesat, keberadaan buku digital memudahkan orang untuk menambah pengetahuan. Mereka tidak perlu lagi membawa-bawa buku yang berat untuk membacanya.
Namun, bagi mereka yang punya waktu luang di rumah, membaca buku cetak lebih nyaman. Tidak perlu cas baterai gawai (gadget) atau telepon seluler (ponsel). Tidak butuh baterai.
Wartawan senior Bambang Sadono (BS) pun tak menyia-nyiakan peluang yang masih tersisa. BS yang pernah sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah terus berkarya.
Pada bulan Januari 2022, pria kelahiran Kabupaten Blora 30 Januari 1957 ini meluncurkan buku cetak berjudul "Sukses Meniti Karir, Dreaming, Nosing, Networking, Pengalaman 64 Alumni Universitas Diponegoro".
Buku setebal XXVIII lampiran + 368 halaman yang diterbitkan PT Citra Almamater Baru dengan ISBN 978-623-92720-2-9 merupakan cetakan pertama yang berisi pengalaman 64 alumnus Undip Semarang.
Buku ini menampilkan tata wajah yang apik, kreatif, dan inovatif sehingga punya daya tarik tersendiri. Apalagi, buku ukuran 14 cm x 20 cm ini tidak menyusahkan pembacanya.
Setelah menampilkan kisah alumni Undip yang berhasil dalam merintis karier, BS ancang-ancang menerbitkan buku serupa untuk alumni Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan seterusnya.
Kegigihan BS yang tetap mempertahankan buku cetak ini tidak sekadar mimpi. Alumnus Fakultas Hukum Undip itu tampak menyadari bahwa cita-cita tidak sebatas angan-angan, tetapi saat inilah proses menuju keinginan itu masih berlangsung.
Hal ini juga dikisahkan oleh Dr. Ida Budhiati, S.H., M.H. Alumnus Undip ini sejak 2012 hingga sekarang sebagai anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Mimpi untuk bisa belajar di Undip diakuinya telah ada sejak dia lulus sekolah menengah atas (SMA). Niatnya mau studi S-1 Hukum di Undip. Namun, rupanya kurang beruntung. Dia gagal, lalu memilih Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang.
Kendati demikian, keinginan kuliah di Undip tak pernah padam. Setelah menyelesaikan studi S-1 di Untag, dia mencoba mendaftar S-2 di Undip. Kali ini dia diterima di universitas kebanggaan Jawa Tengah tersebut.
Namun, masa studi yang seharusnya selesai dalam 2 tahun itu pun molor karena pada saat itu Ida sudah aktif menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Tengah.
Tertatih-tatih
"Saya tertatih-tatih menyelesaikan studi S-2 karena saat itu juga sudah aktif di KPU Provinsi Jateng, periode pertama. Alhamdulillah, selesai juga walaupun baru selesai 2 tahun lebih," tuturnya.
Begitu lulus S-2, langsung mendaftar di program S-3 di Undip. Seperti halnya saat menempuh studi S-2, studi doktoralnya pun sempat terkatung-katung karena menjadi penyelenggara pemilu, bebannya tidak sederhana.
Ia harus mengemban amanah mengelola demokrasi di Indonesia melalui demokrasi elektoral. Padahal, saat itu dia nyaris gagal menyelesaikan disertasi. Sudah memasuki tahap ujian kelayakan, bahkan menuju ujian tertutup.
Saat terpilih sebagai anggota KPU, Ida sempat dipanggil Prof. Mahfud, yang menjadi promotornya. Prof. Mahfud meminta Ida tetap menyelesaikan studinya. Namun, dia memilih mengorbankan studi doktoralnya demi memenuhi sumpah mengutamakan tugas di KPU.
Selesai Pemilu 2014, Ida menemui kembali Prof. Mahfud. Ida disarankan menghadap dekan dan rektor. Ia diminta untuk pindah program dari kelas reguler ke kelas riset. Ida lantas menyanggupinya.
Namun, harapannya pupus ketika harus mengulang studi doktoralnya dari awal. Masalahnya, hasil studinya di kelas reguler tidak bisa dikonversi di kelas riset. Akhirnya, dia bergelar doktor.
Begitu pula kisah perjalanan Dr. Abdul Fikri Faqih dalam meniti kariernya. Pria bergelar Doktor Ilmu Lingkungan dari Undip ini kini duduk sebagai Wakil Ketua Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan, riset, olahraga, dan kepariwisataan.
Pria kelahiran Tegal, 17 Juli 1963, ini mengawali karier sebagai birokrat. Dia tak pernah menyangka akan tercebur ke dunia politik praktis. Putra seorang kiai ini dibesarkan di lingkungan pondok pesantren, bekerja sebagai guru dengan status pegawai negeri sipil (PNS).
Dedikasinya dalam pekerjaan bahkan sempat mengantarkan Sarjana Pendidikan Teknik Elektro Unnes Semarang ini menjadi salah seorang guru teladan se-Kota Tegal pada tahun 1998. Namun, nasib berkata lain. Karena takdir, akhirnya membawanya masuk ke pusaran politik.
Fikri bergabung dengan Partai Keadilan (kini menjadi Partai Keadilan Sejahtera). Partai inilah yang mengantarnya duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Tegal pada tahun 1999.
Karier politiknya moncer, hingga dipercaya menjadi Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2009—2014. Di tengah kesibukannya di politik, tampaknya tak memadamkan keinginannya untuk terus belajar.
"Mungkin karena jiwa saya pendidik maka keinginan untuk terus belajar tak pernah pudar. Jujur saya takut kalau aktivitas saya di politik memadamkan semangat saya untuk terus belajar," katanya.
Kegelisahan itu pula yang membuatnya memutuskan untuk terus belajar melanjutkan studi di tengah kesibukannya di dunia politik. Putra pasangan Abdullah Faqih dan Muniroh ini akhirnya memutuskan mengambil Program Ilmu Lingkungan Hidup Undip. Dia menempuh program doktoralnya selama 7 tahun, 2010—2017.
Selain Fikri dan Ida, masih ada kisah inspiratif dari 62 alumnus Undip lainnya, di antaranya anggota Watimpres Dr. H. Soekarwo, S.H., M.Hum. (Pakde Karwo), anggota DPR RI H. Abdul Kadir Karding, S.Pi., M.Si.
Alumnus Undip lainnya, Dekan Fakultas Teknik Undip Prof. Ir. M. Agung Wibowo, M.M., M.Sc., Ph.D., Direktur Pascasarjana Unnes Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum., dan Ketua Umum DPP Ika Undip Drs. H. Akhmad Muqowam.
Kisah perjalanan karier Dr. Arif Havas Oegroseno, S.H., M.H. hingga menjadi Duta Besar RI untuk Jerman juga tidak kalah menariknya.
Setidaknya buku ini bisa membantu para mahasiswa, generasi muda umumnya, dan para alumnus baru yang mungkin membutuhkan rujukan dalam merintis karier ke depan.
Baca juga: Pertunjukan Kresna Duta Semarakkan Peluncuran Buku BS
Baca juga: Resensi Buku - Menjadi Tua, Masih Berguna, Tetap Berkarya