"Rata-rata sumur kering, sumber air kering, apalagi di kawasan kars belum terjangkau, kita harus kerja keras. Kita harus mencari solusi untuk menemukan atau membuat sumber air permanen," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso di Semarang, Selasa.
Ia memerinci hingga akhir September 2019 tercatat 1.259 desa, 360 kecamatan, 22 kabupaten/kota di Jateng mengalami kekeringan.
Baca juga: Pakar hidrologi: Sumur resapan solusi cegah kekeringan
Selain itu, 545.581 kepala keluarga atau 2,056 juta jiwa terdampak kekeringan sehingga Hadi menilai hal itu menjadi kondisi terparah di Jateng dalam lima tahun terakhir.
"Dampak kekeringan tahun ini memang paling dahsyat selama lima tahun, selain karena kemarau yang sangat panjang, kondisi air tanah kita yang semakin menipis," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Berdasarkan data yang dihimpun Fraksi PKS DPRD Jateng hingga akhir September 2019, kekeringan juga mengakibatkan tujuh waduk dalam kondisi kosong, 16 waduk dalam kondisi di bawah rencana, dan hanya 18 waduk yang sesuai rencana.
Waduk yang kosong itu, antara lain Waduk Tempuran, Simo, Parangjoho, Kedunguling, Ngancar, Kembangan, dan Botok.
Sebanyak 16 waduk yang di bawah rencana terdiri atas empat 4 waduk besar Waduk Malahayu, Waduk Wonogiri, Waduk Sempor dan Waduk Sudirman dan 12 waduk kecil, antara lain, Gembong, Gunungrowo, Greneng, Butak, Krisak, Delingan, serta Brambang.
"Volume di bawah rencana itu artinya kurang dari 85 persen rasio ketersediaan air bersih berdasarkan volume rencana, singkatnya volume air kurang," katanya.
Hadi menyebutkan kekeringan di Jawa Tengah bisa diatasi dengan keterlibatan semua pihak melalui pengangkatan sumber air, menarik air dari sumber terdekat, dan juga membuat embung, serta waduk untuk menampung air bersih.
Baca juga: Atasi kekeringan, sumur kedalaman 125 meter dibangun di Boyolali