Magelang, (Antaranews Jateng) - Pemerintah Kota Magelang, Jawa Tengah, terus berupaya mengatasi permasalahan kawasan kumuh, air bersih, dan akses sanitasi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Magelang Joko Soeparno di Magelang, Rabu, mengatakan hal ini sejalan dengan program 100-0-100 yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, yakni seratus persen akses air bersih, 0 persen kawasan kumuh, 100 persen akses sanitasi.
"Pemerintah pusat mencanangkan program 100-0-100 bisa tercapai tahun 2019. Sebagai suatu bentuk kepedulian kami terhadap program strategis pemerintah pusat, program 100-0-100 ini kami masukkan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2016-2021," katanya saat membuka lokakarya evaluasi pelaksanaan program kota tanpa kumuh (kotaku) Kota Magelang.
Joko mengungkapkan pada penyusunan RPJMD tahun 2015, Kota Magelang masih memiliki 120 hektare kawasan kumuh. Kemudian akses air bersih baru sedikit diatas 80 persen dan masalah sanitasi bersih enam persen.
"Di seluruh kelurahan ada kawasan kumuh, untuk itu kami prioritaskan pengentasan tersebut. Sejak tahun 2016, kami sudah susun program kegiatan untuk penanganan kawasan kumuh melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). Mulai dari tingkat kelurahan hingga kecamatan," katanya.
Wakil Wali Kota Magelang, Windarti Agustina mengatakan, permukiman kumuh masih menjadi tantangan Pemerintah Kota Magelang.
"Diperlukan upaya kolaborasi untuk penanganan masalah ini, mulai dari masyarakat hingga pihak-pihak terkait," katanya.
Sesuai dengan UU nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, katanya, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mewujudkan permukiman layak.
"Di Kota Magelang terdapat sebanyak 855 rumah tidak layak huni yang perlu ditangani, baik melalui program Organisasi Perangkat Daerah (OPD), TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), maupun yang lainnya," katanya.
Ia menegaskan bahwa pembangunan kawasan kumuh perkotaaan perlu diwujudkan dengan upaya konkrit. Dimulai dengan gerakan bebas kumuh oleh pemerintah daerah, masyarakat, dan para pendamping kota tanpa kumuh (kotaku).