Jakarta, ANTARA JATENG - KPK memeriksa mantan Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai dalam perkara tindak
pidana dugaan korupsi merintangi proses penyidikan, persidangan dan
memberikan keterangan tidak benar pada persidangan kasus KTP-e untuk
tersangka anggota DPR Markus Nari.
"Selama dia (Markus Nari) anggota DPR sering bertemu, karena sesama
fraksi Golkar," kata Yorrys saat tiba di gedung KPK Jakarta sekitar
pukul 10.20 WIB.
Namun Yoryys tidak menjelaskan mengenai keterlibatannya dalam perkara merintangi proses penyidikan tersebut.
"Ini saja kaget ada surat panggilan, sebagai warga negara saya datang saja," ungkap Yorrys.
Yorrys yang menjadi anggota Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar
selama 10 tahun itu juga mengaku tidak terkait dengan persoalan KTP-e.
"Begini, saya sudah 10 tahun di Komisi I, Markus itu baru masuk di Komisi yang berbeda," tambah Yorrys.
Dalam perkara ini KPK menetapkan anggota Komisi II dari fraksi Partai
Golkar Markus Nari sebagai tersangka kasus dugaan dengan sengaja
mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka dan terdakwa atau para saksi dalam perkara korupsi
KTP-e dan pemberian keterangan yang tidak benar oleh Miryam S Haryani.
Markus Nari disangkakan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah,
merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara
korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600
juta.
Pada penggeledahan 10 Mei 2017 lalu KPK menemukan barang bukti
elektronik dan BAP Markus saat masih menjadi saksi dalam penyidikan
KTP-e. Markus pun sudah dicegah untuk bepergian selama 6 bulan ke depan
sejak 30 Mei 2017.
Markus Nari adalah salah satu anggota DPR yang disebut dalam dakwaan
mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur
Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil
Kemendagri Sugiharto dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-e
2010-2012.
Dalam dakwaan disebutkan guna memperlancar pembahasan APBN-P tahun
2012 tersebut, sekitar pertengahan Maret 2012 Irman dimintai uang
sejumlah Rp5 miliar oleh Markus Nari selaku anggota Komisi II DPR. Untuk
memenuhi permintaan tersebut, Irman memerintahkan Suharto untuk meminta
uang tersebut kepada Direktur Utama PT Quadra Solution Anang S
Sudiharjo yang merupakan anggota konsorsium PNRI.
Atas permintaan itu, Anang hanya memenuhi sejumlah Rp4 miliar yang
diserahkan kepada Sugiharto di ruang kerjanya. Selanjutnya Sugiharto
menyerahkan uang tersebut kepada Markus Nari di restoran Bebek Senayan,
Jakarta Selatan.
Namun dalam sidang 6 April 2017 lalu, Markus membantah hal tersebut.
Berita Terkait
KSPSI dukung pemerintah revisi aturan pencairan JHT buruh
Sabtu, 5 Maret 2022 19:11 Wib
Yorrys Raweyai bakal jadi senator asal Papua
Kamis, 16 Mei 2019 15:29 Wib
Pemerintah diminta tingkatkan pengawasan tenaga kerja asing
Rabu, 16 Mei 2018 20:03 Wib
Yorrys Kembali Diperiksa KPK Sebagai Saksi Tersangka Markus
Jumat, 3 November 2017 15:41 Wib
Yorrys Tegaskan Pemerintah tidak Mendukung Calon Manapun
Senin, 9 Mei 2016 16:31 Wib
Yorrys Tegaskan Golkar Harus Berkarya dengan Pemerintah yang Sah
Senin, 25 Januari 2016 12:28 Wib
Yorrys Resmi Pisah dari Golkar Kubu Agung Laksono
Selasa, 15 Desember 2015 16:35 Wib
Yorrys: Rakernas Pemuda Pancasila Akan Tentukan Sikap Politik
Jumat, 13 November 2015 11:37 Wib