Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa
mantan Kepala BPPN I Putu Gede Ary Suta dalam penyidikan tindak pidana
korupsi pemberian SKL (Surat Keterangan Lunas) kepada pemegang saham
pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban
penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka
Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah
di Jakarta, Kamis.
Selain memeriksa I Putu Gede Ary Suta, KPK dijadwalkan memeriksa
Sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) 2002-2005 Lukita
Dinarsyah Tuwo sebagai saksi juga untuk tersangka Syafruddin Arsyad
Tumenggung.
KPK saat ini sedang mendalami terkait aspek penagihan kewajiban
sebesar Rp4,8 triliun dalam penyidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI).
KPK pada Rabu (14/6) juga memeriksa mantan Kepala BPPN Glenn
Muhammad Surya Yusuf sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad
Tumenggung.
"Saksi diperiksa sebagai mantan Kepala BPPN untuk mendalami
bagaimana proses kebijakan "Master of Settlement and Acquisition
Agreement" (MSAA) saat itu dan aspek penagihan kewajiban Rp4,8 triliun,"
kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (14/6).
Sebelumnya pada Selasa (13/6), KPK juga telah memeriksa Kepala BPPN
2000-2001 Edwin Gerungan sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin
Arsyad Tumenggung.
KPK menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin
Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi
dalam pemberian kepada Sjamsul Nursalim.
SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8
Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang
telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor
yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan
Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati
Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono,
Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri
BUMN Laksamana Sukardi.
Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah
menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban
pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan
sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban
Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham
atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004.
Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan
Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi
kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset
oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari
pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Oleh karena itu, hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun
dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7
triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya
ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan
menjadi kerugian negara.
Berita Terkait
KPK siap bantu Kemenag awasi penyelenggaran haji
Jumat, 15 November 2024 14:28 Wib
Gelar Pengawasan Daerah Provinsi Jateng, KPK- Sekda Tekankan Integritas ASN
Jumat, 8 November 2024 13:43 Wib
Jateng komitmen bangun pemerintahan antikorupsi
Rabu, 6 November 2024 7:46 Wib
Kaesang nebeng jet pribadi bukan gratifikasi, ini alasan KPK
Jumat, 1 November 2024 21:57 Wib
Bambang Widjojanto sebut Kejagung harus perjelas kasus Tom Lembong
Jumat, 1 November 2024 15:27 Wib
Auditor utama BPK diperiksa KPK soal predikat WTP Kementan
Rabu, 30 Oktober 2024 13:20 Wib
KPK panggil sekretaris perusahaan PT KA Properti Manajemen
Rabu, 16 Oktober 2024 15:09 Wib
KPK selidiki dugaan korupsi di Bank Jepara Artha
Rabu, 9 Oktober 2024 7:40 Wib