Cuaca panas sendikit mendung menyelimuti wilayah sekitar Dukuh Segeran, Desa Cemeng, Sambung Macan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, bertepatan suasana duka atas wafatnya seorang manusia laki-laki setempat yang memiliki usia hingga 146 tahun.
Manusia yang diperkirakan sebagai yang tertua di dunia tersebut yakni Sodimejo (146), yang biasa disapa akrab Mbah Gotho, warga RT.18 RW.06 Dukuh Segeran, Cemeng, Kecamatan Sambung Macan, Sragen, yang diberitakan tutup usia di rumahnya pada Minggu (30/4), sekitar pukul 17.45 WIB.
Seratusan orang pelayat, termasu sanak saudara, tetangga dan warga dari luar daerah sudah memenuhi rumah duka di Dukuh Segeran, Cemeng sejak Senin (1/5) pagi hingga siang.
Bahkan, Wakil Bupati Sragen Dedy Edriyatno juga hadir di rumah duka untuk ikut belasungkawa atas meninggalnya Mbah Gotho yang diperkirakan sebagai manusia yang pada masanya menjadi yang tertua di dunia itu.
Keluarga duka saat melepas jenazah Mbah Gotho ke tempat pemakaman Tanggung, Desa Plumbon Kecamatan Sambung Macan atau sekitar 300 meter dari rumah duka, terlihat sudah mengikhlaskan kepergian manusia tertua itu.
Bahkan, Wakil Bupati Sragen saat melayat ke rumah duka cukup kagum dengan kondisi Mbah Gotho yang semasa hidupnya hingga memiliki usia 146 tahun masih luar biasa sabar.
"Beliau orang yang luar biasa semasa hidupnya, penyabar dan suka menolong orang," kata Dedy Edriyatno.
Menurut Dedy Endriyatno, daerah Sragen terkenal tidak hanya oleh fosil-fosil peninggalan zaman dahulu manusia tertua di dunia yang sudah meninggal dunia dan disimpan di Museum Sangiran saja, tetapi juga ada orang tertua, Sodimejo alias Mbah Gotho yang baru dipanggil Tuhan Yang Maha Esa.
"Mbah Gotho ini, dengan usianya yang di atas 140 tahun dapat dikenang tidak hanya di Kabupaten Sragen tetapi juga Dunia mengakui," kata Dedy.
Menurut Dedy, Mbah Gotho dalam hidupnya hingga 146 tahun dapat menjadi tauladan masyarakat, yang jelas dia memiliki watak sabar dan banyak kebaikan yang dapat dicontoh.
"Saya ketemu beliau semasa hidupnya menerima apa adanya, dari semua pemberian orang. Beliau sudah memesan batu nisan untuk kuburannya sejak 1992," kata Dedy.
Namun, Mbah Gotho baru dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa, pada tahun ini, Minggu (30/4), sekitar pukul 17.45 WIB atau sudah sekitar 25 tahun setelah dia memesan batu nisan untuk dirinya sendiri.
Dedy mengatakan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati rencananya pada Hari Jadi Kabupaten Sragen memberikan tumpeng kepada Mbah Gotho, tetapi sayang beliau lebih cepat mengembuskan nafasnya yang terakhir di rumahnya, setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Soehadi Prijonegoro Sragen selama enam hari sejak tanggal 12 hingga 17 April 2017.
Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen cukup memerhatikan terhadap masyarakat seperti Mbah Gotho yang memiliki usia yang sangat panjang itu, misalnya beliau saat membuat kartu tanda penduduk elektronik, petugas yang harus mendatangi ke rumahnya untuk dibuatkan KTP-e.
"Petugas dari Dinas Dukcapil langsung ke rumah Mbah Gotho melakukan cetak KTP di rumahnya," katanya.
Warga yang mengantar jenazah Mbah Gotho hingga ke tempat peristirahatan terakhir di tempat pemakaman juga merasa kehilangan sosok manusia tertua itu.
"Saya melihat semasa hidupnya Mbah Gotho sering menolong orang, dan penyabar," kata Sugi, salah satu pelayat warga setempat.
Suryanto (47) salah satu cucu Mbah Gotho mengatakan kakeknya semasa hidupnya bisa memiliki usia hingga 146 tahun dengan pola makan sehari-sehari tidak mempunyai pantangan, tetapi beliau sangat sederhana, dan makan yang disenangi sayur yang berkuah, sambal dengan tempe goreng.
"Makanan itu, dan minum teh manis yang disukai oleh Mbah Gotho. Beliau seusia itu, masih mau makan sate kambing dan tidak ada masalah," kata Suryanto.
Mbah Gotho saat akan meninggal dunia tidak meninggalkan pesan apa-apa, tetapi beliau saat sedang sakit di rumah sakit pernah mengatakan jika dia diambil Tuhan, anak dan cucu diminta untuk mengikhlaskan.
"Hanya itu, pesan terakhir Mbah Gotho," kata Suryanto.
Mbah Gotho dibawa ke rumah sakit karena sakit pada lambungnya pada tangga 12 April 2017. Mbah Gotho dirawat di rumah sakit selama enam hari, dan kemudian dia marah-marah minta pulang ke rumah.
Menurut Suryanto, beliau sempat akan diberikan transfusi darah sebanyak tujuh kantung, tetapi baru tiga kantung sudah mengajak pulang ke rumah. Mbah Gotho setelah mendapat izin dokter yang memeriksa kemudian diizinkan pulang ke rumah di Dukuh Segeran Sambung Macan, pada 17 April. Mbah Gotho selama dirawat di rumahnya, sudah sulit makan, dan hanya mendapat sedikit asupan, sehingga akhirnya kondisinya melemah.
"Beliau meninggal dunia karena kondisinya melemah, tidak mau makan karena perutnya merasakan kenyang dan tidak mau merepotkan orang lain," kata Suryanto usai mengantar jenazah kakeknya itu ke pemakaman.
Menurut dia, Mbah Gotho orangnya penyayang anak-anak dan cucu-cucu. Apa yang dimiliki jika diminta cucunya pasti diberikan.
Menurut dia, yang perlu dijadikan contoh dari sosok Mbah Gotho antara lain memiliki kesabaran yang lebih. Jika dia merasakan lapar atau haus, tidak mau meminta makan atau minum. Jika tak dikasih, dia juga tidak mau meminta. Dia tidak meminta apapun kepada orang lain.
Mbah Gotho dalam satu bulan terakhir makannya disuapi oleh cucu cucunya, tetapi fisiknya luar biasa masih sehat. Dia selama hidupnya baru pertama dirawat di RS, sehingga dia ingin mengajak pulang terus karena merasa tidak nyaman.
Manusia tertua itu diperiksa dokter saat dirawat di rumah sakit, dan saat ada tim dokter dari Amerika Serikat yang datang ke rumahnya, beberapa waktu lalu. Mbah Gotho saat itu, diperiksa tes DNA, gigi dan diambil air kencingnya.
Tim dokter dari luar negeri tersebut, beberapa hari kemudian mengirimkan hasil pemeriksaan terhadap Mbah Gotho, menyebutkan, bahwa membenarkan usia Mbah Gotho sebagai manusia tertua di dunia.
"Tim dokter itu, mengirimkan melalui email dan hasilnya membenarkan. Mbah Gotho tertua di Dunia banyak yang membenarkan," kata Suryanto cucu nomor dua Mbah Gotho.
Kendati demikian, Suryanto atas nama keluarga Mbah Gotho mengucapkan banyak terima kasih terhadap Pemerinah Daerah Sragen yang perhatian terhadap kakeknya, dan semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu.
Jenazah Mbah Gotho setelah dimakamkan di tempat pemakaman Tanggung Grasak Plumbon, Sambung Macan, sekitar 300 meter dari rumah duka, langsung dipasang batu nisan atas permintaan almarhum semasa hidupnya.
Suwarni (42) cucu Mbah Gotho lainnya mengatakan kakeknya itu baru pertama diperiksa oleh dokter saat dirawat di RSUD Sragen dan sebelumnya melakukan tes DNA oleh tim dokter dari luar negeri.
Menurut Suwarni, jika Mbah Gotho badannya merasakan tidak enak, hanya dikerok kemudian bisa sembuh dan sehat kembali.
Mbah Gotho sebelumnya juga sempat mendapat bantuan alat pendengaran, dan sangat membantu sekali saat menerima tamu-tamunya untuk komunikasi. Namun, sejak sakit alat pendengaran itu tidak dikenakan lagi.
Suwarni mengatakan, Mbah Gotho saat sakit pernah mengatakan jika sudah sembuh ingin bermain ke rumah cucunya di Ngawi, Suparmin. Suparmin itu, kakak kandungnya Suryanto.
Ia mengatakan Mbah Gotho merupakan anak kedua dari 12 bersaudara yang semuanya sudah meninggal dunia. Semasa mudanya Mbah Gotho dikenal sebagai seorang petani. Kegiatan yang disenangi suka mencari ikan di Bengawan Solo, dan menolong orang lain. Dia juga dikenal penyabar dan apapun disikapi dengan selalu ikhlas, sehingga diberikan panjang usia.
"Beliau pada zaman perang perjuangan melawan penjajah Belanda, sering menolong para pejuang yang terluka kena tembak," kata Suwarni menambahkan.