Semarang, ANTARA JATENG - Badan Pengelola Kawasan Kota Lama Semarang menyebutkan kawasan Kota Lama Semarang pernah menjadi pusat perdagangan gula terbesar di dunia dengan tokoh sentral Oei Tiong Ham.
"Itu bagian sejarah dari kawasan Kota Lama yang terus kami gali. Dulu, Raja Gula Oei Tiong Ham memusatkan kantornya di sini," kata Ketua BPK2L Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu di Semarang, Jumat.
Gedung yang merupakan bekas kantor Oei Tiong Ham yang juga dikenal sebagai tuan tanah di Semarang masih ada, yakni yang sekarang jadi Kantor PT Rajawali Nusindo dan PT Samudera Indonesia.
Ita, sapaan akrab Hevearita mengatakan data-data pendukungnya sebenarnya ada di Belanda yang akan diminta untuk menelusuri jejak sejarah kawasan Kota Lama Semarang, termasuk gedung-gedung yang lainnya.
"Sebagian (data) ada di Belanda. Kami akan mencari dulu, seperti apa sejarahnya. Ini berkaitan juga dengan masuknya Kota Lama Semarang dalam `tentative list` sebagai World Heritage UNESCO," katanya.
Menurut Ita yang juga Wakil Wali Kota Semarang, UNESCO meminta kawasan Kota Lama Semarang bukan hanya diangkat sebagai destinasi wisata unggulan, tetapi harus ada tematik sejarah yang melekat dengan kawasan itu.
"Jadi, ada jejak sejarahnya dulu dan ke depan mau kita apakan. Kami rencananya mengangkat sebagai Kota Perdagangan Gula Dunia. Ya, makanya dokumen-dokumen pendukungnya terus kami cari untuk melengkapi," katanya.
Saat ini, kata dia, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Pemerintah Kerajaan Belanda untuk memberikan dokumen-dokumen terkait gedung-gedung lama yang ada di kawasan Kota Lama Semarang untuk ditelusuri sejarahnya.
Ia mengaku optimistis kawasan Kota Lama Semarang bisa masuk "tentative list" World Heritage Unesco yang akan diumumkan pada 2019 dengan kelengkapan dokumen-dokumen pendukung kawasan sarat bangunan cagar budaya itu.
Setidaknya ada 105 bangunan di kawasan Kota Lama Semarang yang sudah masuk sebagai cagar budaya, dan sekitar 60 bangunan di antaranya sudah teridentifikasi pemiliknya sehingga memudahkan langkah konservasi.
"Kami akan lengkapi dulu dokumen-dokumennya, kemudian kami serahkan nanti 2018. Setelah itu, kami tinggal menunggu pengumuman dari Unesco pada 2019. Ya, kami optimistis kawasan Kota Lama Semarang berpeluang masuk," pungkas Ita.