Kali ini, orang nomor satu di Jawa Tengah ini menolak Peraturan Mendagri Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pakaian Dinas Harian Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah provinsi setempat.
Permendagri tersebut mengatur bahwa PNS Jateng pada hari Senin memakai seragam Linmas, Selasa-Rabu berbusana PDH warna khaki, Kamis baju putih, Jumat pakai tenun, lurik, atau pakaian khas daerah masing-masing.
Selama ini PNS di Pemprov Jateng mengenakan motif lurik setiap Selasa dan batik pada hari Rabu, Kamis, dan Jumat.
Bagi Ganjar, seragam PNS lebih dari sekadar identitas korps. Di balik seragam tersebut menyangkut hajat hidup banyak orang, terutama para pengrajin batik dan lurik, yang mayoritas berskala mikro, kecil, dan menengah.
Sikap tersebut menegaskan bahwa meski peraturan dari hierarki yang lebih tinggi, ia berani melawan karena regulasi tersebut diyakini bakal merugikan banyak orang. Ganjar secara jelas dan tegas membela pengrajin batik dan lurik.
Melalui surat yang dilayangkan ke Kemendagri, Ganjar minta Mendagri memberi pengecualian agar PNS di lingkungan Pemprov Jateng tetap diizinkan memakai batik dan lurik. Sejauh ini memang belum diketahui bagiamana respons Gubernur Jateng bila permohonannya ditolak oleh Mendagri.
Yang pasti, saat menghadiri syukuran PWI Jateng (9/2/2016), Ganjar tetap mengenakan lurik, bukan PDH khaki. Para PNS yang menyertai Ganjar di Gedung Pers PWI Jateng itu juga tidak ada satu pun yang mengenakan seragam khaki kendati permendagri tersebut diterbitkan pada 2015.
Batik dan lurik memang menjadi salah satu produk andalan Jateng, yang sebagian besar pelakunya adalah pengusaha mikro, kecil, dan menengah. Keberadaannya selama ini juga terbukti mampu menyerap ratusan ribu pekerja dan mendorong perekonomian regional.
Kewajiban mengenakan batik dan lurik selama empat hari kerja, Selasa-Jumat, secara kasat mata memang berhasil menggerakkan sektor UMKM batik dan lurik.
"Ibu-ibu (PNS) biasanya setelah pakai dua atau tiga kali, kemudian beli bahan lagi lalu membawa ke tukang jahit. Ini tentu menggerakkan usaha kecil," katanya.
Apa yang dilakukan oleh Ganjar selaku Gubernur Jawa Tengah dengan menolak peraturan dari pemerintah, memang tidak lazim. Sikap pejabat selevel gubernur tersebut bisa menjadi preseden pembangkangan atau anomali atas sebuah regulasi. Apalagi Mendagri Tjahjo Kumolo itu juga berasal dari partai yang sama dengan Ganjar, PDI Perjuangan dan sama-sama berasal dari Jateng.
Akan tetapi, sekali lagi, kita bisa memahami bahwa "kengototan" Ganjar memiliki argumentasi kuat. Akan banyak UMKM di bidang batik dan lurik di Jateng yang menurunkan produksi, yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja, bila permendagri tersebut diberlakukan .
Di saat perekonomian nasional sedang dibayangi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai, seharusnya penyusun regulasi selalu melihat dan mempertimbangkan banyak aspek, kepentingan, dan masa depan.
Oleh karena itu, seyogyanya Mendari bersedia meninjau kembali peraturan tersebut, agar tekanan ekonomi yang kian berat ini tidak berujung pada terpuruknya daya beli masyarakat bawah. ***