Pemegang kendang yang juga Ketua Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Supadi Haryanto menerima dengan legawa penolakan anggotanya yang petang tersebut latihan ketoprak untuk acara "panggih" (pertemuan) dan kirab pesta penikahan Endah Pertiwi dengan Rudi Andianto.
"Ya, besok kalau dalangnya mau kawin, kami bikin lagi yang baru. Ini hanya untuk Endah dan Rudi," kata pemimpin komunitas seniman petani Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh di Kabupaten Magelang, Riyadi.
Mereka yang lain segera membenarkan pendapat Riyadi yang juga pemimpin Padepokan Warga Budaya Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang di kawasan Gunung Merbabu itu.
Latihan ketoprak durasi singkat dengan tiga pemain, yakni Timbul, Sutopo, dan Sih Agung Prasetyo, diiringi para penabuh gamelan yang juga anggota Sanggar Andong Jinawi Mantran Wetan, Girirejo, Ngablak, di kawasan Gunung Andong pun berlanjut hingga malam hari untuk pesta perkawinan Endah-Rudi.
Endah yang selama ini menjadi salah satu pegiat komunitas tersebut melangsungkan pesta pernikahan di rumah tinggalnya bersama orang tuanya di Perumahan Kalinegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Dia menikah dengan pilihan hatinya, Rudi, yang berasal dari Salatiga, Jawa Tengah.
Pesta pernikahan mereka yang terkesan sederhana pada hari Sabtu (9/1) itu dihadiri sanak-saudara dan kawan-kawan kedua mempelai, serta para tetangga. Pesta didahului dengan acara ijab kabul secara khidmat dipimpin seorang petugas dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Mertoyudan.
Acara barangkali menjadi berkesan tidak hanya untuk kedua mempelai, tetapi juga mereka yang datang, termasuk untuk Komunitas Lima Gunung sendiri karena wujud pesta yang dipastikan tidak akan dilakukan di tempat lain dan untuk pasangan yang lain pada masa mendatang.
Mengarang pesta perkawinan, hingga saat ini telah dilakukan beberapa kali oleh komunitas seniman petani itu dan hanya untuk satu pasangan pengantin.
Wujud pesta pengantin yang pernah menjadi karangan mereka selama ini, antara lain pernikahan di dapur rumah desa, pesta nikah ditandai dengan performa seni di sungai di kawasan Gunung Merapi, perayaan perkawinan diwarnai dengan kentalnya pidato kebudayaan para tokoh nasional, serta pesta perkawinan untuk pasangan pesohor dunia di salah satu hotel mewah di kawasan Candi Borobudur Kabupaten Magelang.
Untuk pasangan yang lain, dibuatnya karangan pesta perkawinan yang berbeda oleh komunitas dengan inspirator utama budayawan Sutanto Mendut itu. Hal tersebut, antara lain untuk menyesuaikan dengan situasi tempat dan waktu pesta, karakter mempelai, serta relasi sosial kemasyarakatan sang mempelai.
Komunitas tersebut membuat proses kreatif dan refleksi secara bersama, termasuk berbicara dengan pihak kedua keluarga dan masyarakat atau para tetangga mempelai, untuk melahirkan karangan tentang pesta perkawinan yang secara umum kental dalam suasana dusun dan gunung, dengan instalasi berbahan alam, dimeriahkan kirab kesenian dengan tabuhan dan berbagai pentas kesenian mereka.
"Semangatnya kekeluargaan dan persaudaraan sebagai sanak kadang supaya tidak terjebak dalam pesta perkawinan dibuat oleh EO (Event Organizer) yang kental warna komersial," kata Sutanto Mendut.
Peristiwa pernikahan, kata dia, sebagai momentum kebudayaan, menjadi ingatan sepanjang hayat, tidak hanya bagi kedua mempelai akan tetapi juga mereka yang hadir untuk memperteguh dan memeriahkan acara sosial kemasyarakatan serta spiritual tersebut.
Dalam pesta pengantin antara Endah dan Rudi di perumahan Desa Kalinegoro, Sabtu(9/1) siang, sejumlah pegiat Komunitas Lima Gunung sejak beberapa hari sebelumnya telah bekerja membuat instalasi dengan merajut janur menjadi aneka bentuk, membuat beberapa batang daun kelapa menjadi wujud gunungan untuk dipasang di berbagai tempat pesta, membuat instalasi berupa gunungan bertuliskan nama kedua mempelai itu, sebagai pengganti penjor untuk dipasang di pintu masuk kompleks perumahan itu.
Mereka juga menghiasi gerobak dengan anyaman dedaunan kering dari pohon jati dan nangka menjadi wujud burung rajawali yang tampak gagah perkasa. Gerobak yang sudah berubah menjadi wujud properti burung rajawali itu menjadi tempat Endah-Rudi duduk berdampingan dalam menjalani kirab dengan diiringi para seniman tarian tradisional dan kontemporer gunung, seperti kuda lumping, kipas mega, geculan bocah, kukilo gunug, dan topeng ireng.
Para seniman dari Padepokan Tjipto Boedojo Tutup Ngisor di kawasan Gunung Merapi di bawah pimpinan Sitras Anjilin dalam kirab tersebut memainkan teatrikal menggambarkan kegembiraan aneka satwa gunung dan raksasa dalam cerita pewayangan.
Kirab pengantin berlangsung meriah sepanjang sekitar 300 meter dari tempat pesta pernikahan. Para tamu undangan, keluarga, dan tetangga tersedot perhatian untuk menyaksikannya. Mereka seakan tidak ingin melepaskan momentum tersebut dengan secara bergereget memotret peristiwa itu menggunakan kamera dari telepon seluler masing-masing.
Sebelum acara yang disebut dalam tradisi Jawa sebagai "panggih pengantin", antara lain ditandai dengan kedua mempelai saling melemparkan sirih, lalu mempelai perempuan membasuh kaki mempelai laki-laki, dan kemudian mereka dibawa ke pelaminan oleh orang tuanya, Komunitas Lima Gunung mengawali dengan dialog yang dimainkan para seniman ketoprak, yakni Timbul, Sutopo, dan Sih Agung yang sekaligus bertindak sebagai pembawa acara untuk seluruh rangkaian pesta pernikahan tersebut.
Dikisahkan dalam ketoprak itu, Patih Timbul Tenggelam dari Kadipaten Salatiga yang menjadi utusan Sukesi dan Kurbaniah (almarhum) atau orang tua Rudi datang ke Kadipaten Kalinegoro untuk meminang Endah, putri pasangan Nur Jumpawan dan Eneas Karmini. Rombongan mereka diterima oleh patih dari Kadipaten Kalinegoro, Sutopo Perwira.
Selain melalui dialog menggunakan ucapan berbahasa Jawa, dalam ketoprak itu dua seniman yang masing-masing memainkan peran patih tersebut, juga menembangkan lagu berbahasa Jawa dalam iringan tabuhan gamelan yang ditata di samping panggung tempat mempelai duduk.
Hadir dan berpidato pada kesempatan itu, selain Sutanto Mendut yang juga dikenal kalangan seniman sebagai Presiden Komunitas Lima Gunung, juga pemimpin Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang K.H. Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), dan Direktur Eksekutif Bentara Budaya Jakarta Hariadi Saptono, serta pengajar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Joko Aswoyo.
"Alhamdulillah, bahagia bisa hadir dalam pesta perkawinan ini. Semoga keluarga Mbak Endah dan Mas Rudi menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah, (damai, tenteram, penuh harapan, dan penuh kasih sayang, red.)," ujar Gus Yusuf saat memberikan "ular-ular" atau pidato berisi nasihat kepada pengantin.
Gus Yusuf yang juga salah satu pemimpin Komunitas Lima Gunung itu pun sempat gojek melalui pidatonya untuk menghibur kedua mempelai dan para undangan.
"Pasangan suami dan istri harus saling memahami. Untuk Mas Rudi, bahwa 'suami pertama' Mbak Endah itu adalah kesenian dan kebudayaan. Suami yang sesungguhnya adalah Mas Rudi," katanya yang membuat para hadiri tertawa dan kedua mempelai tersenyum.
Sejumlah tarian tradisional dan kontemporer gunung pun kemudian dipentaskan secara bergiliran dalam kesempatan itu, di sela hilir mudik para undangan maju ke panggung untuk menyalami mempelai dan berfoto bersama. Tentu saja mereka juga menikmati sajian makanan dalam pesta pengantin itu.
Wujud pesta pengantin karangan seniman petani Komunitas Lima Gunung seakan menjadi tawaran inspirasi kepada masyarakat yang ingin keluar dari komersialisasi atas hajatan perkawinan.
"Karena pesta pengantin adalah peristiwa kebudayaan," kata budayawan Sutanto Mendut.