Menurut Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus Budi Santosa di Kudus, Senin, untuk sementara areal sawah yang mengalami puso akibat kekeringan baru diketahui di Desa Hadiwarno Kecamatan Mejobo.
Usia tanaman padi yang mengalami puso tersebut, kata dia, sekitar 55 hari. Di desa itu, kata dia, saluran irigasinya memang tidak ada airnya sehingga petani setempat harus mengairi sawahnya dengan mengandalkan sumur pantek.
Sementara di Desa Gondoarum Kecamatan Jekulo, kata dia, terdapat sekitar 72 hektare tanaman jagung yang juga mengalami puso. Usia tanaman jagung tersebut, kata dia, berkisar 60-70 hari.
"Terkait keluhan petani setempat karena tidak menerima pasokan air irigasi, akan dikoordinasikan dengan instansi terkait," ujarnya.
Kasus tanaman padi puso di Desa Hadiwarno, kata dia, selama 30 tahun terakhir baru terjadi sekarang karena sebelumnya tidak pernah terjadi.
Mantan Pengurus Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Desa Hadiwarno M Komarin mengakui kasus tanaman padi puso di desa itu baru kali ini terjadi karena selama ini setiap musim tanam kedua hasil tanaman padinya cukup bagus.
Untuk antisipasi pasokan air irigasi yang tidak tersedia, kata dia, masing-masing petani memang membuat sumur pantek. "Saya juga memiliki sumur pantek dengan kedalaman 40 meter," ujarnya.
Agar tidak mengalami puso, kata dia, pada usia 40 hari perlu suplai air. Untuk mengoperasikan mesin pompa air, kata dia, dalam sehari dibutuhkan solar hingga Rp80 ribu untuk mengairi areal sawah seluas tiga kotak.