Atase Perdagangan Indonesia di Beijing, Dandy Iswara, mengutip Wakil Direktur Jenderal Kantor Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina (AQSIQ) Tiongkok, Bi Kexin, yang mengatakan bahwa harus ada bukti rinci yang menunjukkan keberadaan beras sintetis di Indonesia berasal dari Tiongkok.
Bi Kexin menyatakan AQSIQ memastikan beras yang bercampur dengan produk berbahan plastik itu tidak beredar di negaranya.
"Jika pun ada itu sangat mahal, sehingga tidak menguntungkan jika dipasarkan untuk dikonsumsi, karena tidak menguntungkan secara ekonomi," kata Bi Kexin.
Oleh karena itu, ia melanjutkan, harus ada rangkaian pengujian laboratorium untuk membuktikan bahwa beras bercampur bahan sintetis yang beredar di Indonesia berasal dari Tiongkok.
"Dan kami siap untuk bertukar hasil uji laboratorium," kata Bi Kexin.
Ia menambahkan isu beras bercampur bahan sintetis jangan sampai mengganggu hubungan baik antara Indonesia dan Tiongkok, termasuk kerja sama perdagangan antara kedua negara.
"Semua pihak yang berkepentingan baik di Indonesia maupun Tiongkok, hendaknya bersama-sama atas dasar hubungan kedua negara, menyelesaikan masalah ini secara proposional," katanya.
Pemerintah Indonesia menyatakan tidak pernah memberikan izin impor beras, termasuk dari Tiongkok.
Namun data Bea Cukai Tiongkok menunjukkan bahwa selama Januari-Maret 2015 ada ekspor beras senilai 182 ribu dolar AS ke Indonesia. Namun Bea Cukai negeri itu tidak menyebutkan rincian beras yang diekspor.
Perwakilan Pemerintah Indonesia di Tiongkok melakukan pertemuan dengan pejabat AQSIQ guna membahas masalah peredaran beras yang diduga tercampur bahan sintetis yang dilaporkan warga di beberapa daerah di Indonesia.
Pemerintah Indonesia melakukan pengujian laboratorium pada sampel-sampel beras yang diduga mengandung bahan pembuatan plastik. Pengujian sampel beras sudah dilakukan di laboratorium Badan Reserse Kriminal Polri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Laboratorium PT Sucofindo juga melakukan pengujian sampel beras, dan menemukan beras yang mengandung senyawa pembuat plastik berupa BBP (benzyil butyl phtalate), DEHP (diethyl hexyl phthalate) dan DMP (dimethyl phthalateshalate), yang antara lain biasa digunakan untuk membuat pipa paralon.
Selain itu Kementerian Perdagangan berencana meningkatkan pengawasan pasar untuk mengawasi peredaran produk-produk impor.