Magelang (ANTARA) - Aktivitas kepariwisataan akan diarahkan untuk fokus menarik kunjungan wisatawan premium, menggeser dari sasaran sebelumnya yang wisatawan massal berbasis kuantitas.
Bagi objek wisata Candi Borobudur, keinginan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio itu, seiring dengan upaya menjaga kelestarian bangunan cagar budaya di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Pada 1991, Borobudur dinyatakan oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia.
Posisi Candi Borobudur yang dalam kepariwisataan lebih banyak dijual kalangan pelaku jasa wisata Daerah Instimewa Yogyakarta karena letaknya relatif di daerah perbatasan dengan Yogyakarta itu, masuk di antara lima destinasi super prioritas pembangunan kepariwisataan Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Pengunjung Borobudur dikenalkan berbagai permainan tradisional
Sebanyak empat destinasi super prioritas lainnya, yakni Danau Toba (Provinsi Sumatera Utara), Labuhan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Likupang (Sulawesi Utara), dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
Kekhawatiran sejumlah kalangan terhadap kelestarian Borobudur berupa candi Buddha dibangun sekitar abad ke-8 dengan tatanan dua juta batuan andesit itu, karena setiap hari seakan dipanjati wisatawan massal, telah muncul sejak beberapa waktu lalu.
Lama-kelamaan batuan, terutama lantai candi, tergerus atau aus karena terus menerus ditapaki pengunjung. Pengelola pernah mengatasi dan sekaligus meneliti dampak itu dengan memberi alas lantai tangga candi berupa bahan tertentu, guna meminimalisasi gerusan terhadap batuan candi itu.
Penempatan berbagai tempat sampah dan operasional petugas yang intensif mengingatkan pengunjung untuk turut menjaga kebersihan serta tidak duduk di bagian stupa atau bahkan memanjatnya, bagian dari langkah juga untuk menjaga kelestarian Borobudur.
Pengembangan kepariwistaan kawasan melalui pembangunan desa-desa wisata di sekitarnya dan berbagai aktivitas wisata secara inovatif serta kreatif, juga salah satu upaya pemerintah, pengelola candi, masyarakat, dan pelaku usaha wisata untuk mengurangi beban Borobudur dari wisatawan massal.
Kemajuan kepariwisataan Candi Borobudur dengan kawasannya makin terlihat dan bisa dirasakan sejak beberapa tahun terakhir, meskipun hal itu tidak mengelakkan masih adanya persoalan masa lalu yang tersisa dan muncul juga tantangan baru bagi pengembangannya.
Pengembangan kepariwisataan Borobudur dikatakan sebagai khas karena destinasi itu bukan semata-mata tempat berwisata, namun manajemen pengelolaannya juga sekaligus mengemban misi melestarikan warisan budaya dunia di antara Kali Elo dan Progo itu.
Eksistensi Borobudur juga tidak lepas kaitannya dengan umat Buddha Indonesia dan dunia yang tetap menjadikannya sebagai tempat agung untuk menjalani prosesi dan ritual keagamaan, seperti salah satunya perayaan Waisak. Waisak untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam ajaran buddhis, yakni lahirnya Sidharta Gautama, Sang Buddha memperoleh pencerahan sempurna, serta Buddha Gautama mangkat.
Kekayaan potensi Borobudur dan kawasannya itu bagian dari modal penting menghadirkan wisatawan berkualitas sebagaimana dipikirkan Menteri Wishnutama.
"Wisman (wisatawan mancanegara) yang datang ke Indonesia per tahun lebih banyak, tetapi pengeluaran lebih sedikit. Meningkatkan kualitas wisatawan yang datang ke Indonesia itu lebih penting, sehingga pengeluaran mereka pada saat di Indonesia lebih tinggi," ujarnya.
Detail tentang wisatawan premium atau berkualitas tentu saja harus dijelaskan kepada para pemangku kepentingan dan disosialisasikan kepada masyarakat kawasan destinasi, termasuk Candi Borobudur.
Hal itu, antara lain terkait dengan peningkatan mutu sumber daya manusia penggelut sektor tersebut, dukungan pembangunan infrastruktur, sarana, serta prasarana kepariwisataan yang juga harus level berkualitas.
Wisatawan premium semestinya bukan sekadar dari hitungan seberapa banyak uang pakansi mereka ditaburkan ke destinasi super prioritas, namun juga kekayaan wawasan, ilmu pengetahuan, dan perspektifnya terhadap objek wisata.
Terlebih bagi Borobudur, narasi dan literasi atas candi dengan kawasannya, menjadi kekuatan penting untuk menjaga wisatawan tetap tinggal atau merasa membutuhkan waktu berkunjung lebih lama ketimbang sekadar mendakinya, lalu swafoto dan kemudian hasilnya mejeng lama di lini teratas akun media sosial.
Lama tinggal wisatawan di suatu objek wisata berdampak terhadap pundi-pundi pendapatan ekonomi warga sekitar dan pendapatan daerah.
Candi Borobudur pustaka ilmu pengetahuan dan khazanah makna atau nilai-nilai kehidupan manusia di alam raya. Wisatawan berkualitas semestinya juga menyasar mereka dengan kekuatan literasinya atas Borobudur, yang ingin memperkuat perspektif diri tentang candi itu.
Untuk menunjuk kalangan itu, tidak harus bertumpu kepada wisman yang secara gampang sering dianggap umum sebagai berduit lebih tebal ketimbang wisatawan nusantara.
Wisman belum tentu berduit tebal, wisnus belum tentu berdompet tipis. Begitu pula wisman berduit tebal belum tentu suka boros di tempat wisata dan wisnus berduit tipis belum tentu pelit belanja kebutuhan serta mengeksplorasi daya penginnya di tempat pakansi.
Wisman premium barangkali juga menunjuk minat khusus mereka terhadap khazanah Borobudur dengan narasi tentang kawasannya. Kunjungan mereka tentu harus didukung kualitas pelaku wisata dalam membangun minat wisatawan memperkaya pengetahuan serta wawasan Candi Borobudur.
Upaya fokus mendorong wisatawan premium ke Borobudur, tak cukup sekadar mengajak mereka kagum atas keelokan fisiknya. Namun, kiranya lebih dalam lagi, supaya mereka menyelami kekayaan makna hidup ketika berada di Candi Borobudur.
Borobudur memang tak cukup hanya dipandang secara fisik oleh wisatawan, apalagi sekadar membawa mereka menapaki batuan-batuannya hingga stupa puncaknya.
Boleh jadi, nenek moyang bangsa Indonesia yang membangun candi kala itu, hendak mengajak wisatawan saat ini menggali makna jalan kehidupan melalui karya peradaban itu.
Supaya warga Bumi dan generasi bangsa ini makin premium.
Baca juga: Ganjar usulkan pemanfaatan jalur penghubung Bandara Yogyakarta-Borobudur
Baca juga: Pameran internasional, upaya memromosikan Candi Borobudur
Bagi objek wisata Candi Borobudur, keinginan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio itu, seiring dengan upaya menjaga kelestarian bangunan cagar budaya di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Pada 1991, Borobudur dinyatakan oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia.
Posisi Candi Borobudur yang dalam kepariwisataan lebih banyak dijual kalangan pelaku jasa wisata Daerah Instimewa Yogyakarta karena letaknya relatif di daerah perbatasan dengan Yogyakarta itu, masuk di antara lima destinasi super prioritas pembangunan kepariwisataan Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Pengunjung Borobudur dikenalkan berbagai permainan tradisional
Sebanyak empat destinasi super prioritas lainnya, yakni Danau Toba (Provinsi Sumatera Utara), Labuhan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Likupang (Sulawesi Utara), dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
Kekhawatiran sejumlah kalangan terhadap kelestarian Borobudur berupa candi Buddha dibangun sekitar abad ke-8 dengan tatanan dua juta batuan andesit itu, karena setiap hari seakan dipanjati wisatawan massal, telah muncul sejak beberapa waktu lalu.
Lama-kelamaan batuan, terutama lantai candi, tergerus atau aus karena terus menerus ditapaki pengunjung. Pengelola pernah mengatasi dan sekaligus meneliti dampak itu dengan memberi alas lantai tangga candi berupa bahan tertentu, guna meminimalisasi gerusan terhadap batuan candi itu.
Penempatan berbagai tempat sampah dan operasional petugas yang intensif mengingatkan pengunjung untuk turut menjaga kebersihan serta tidak duduk di bagian stupa atau bahkan memanjatnya, bagian dari langkah juga untuk menjaga kelestarian Borobudur.
Pengembangan kepariwistaan kawasan melalui pembangunan desa-desa wisata di sekitarnya dan berbagai aktivitas wisata secara inovatif serta kreatif, juga salah satu upaya pemerintah, pengelola candi, masyarakat, dan pelaku usaha wisata untuk mengurangi beban Borobudur dari wisatawan massal.
Kemajuan kepariwisataan Candi Borobudur dengan kawasannya makin terlihat dan bisa dirasakan sejak beberapa tahun terakhir, meskipun hal itu tidak mengelakkan masih adanya persoalan masa lalu yang tersisa dan muncul juga tantangan baru bagi pengembangannya.
Pengembangan kepariwisataan Borobudur dikatakan sebagai khas karena destinasi itu bukan semata-mata tempat berwisata, namun manajemen pengelolaannya juga sekaligus mengemban misi melestarikan warisan budaya dunia di antara Kali Elo dan Progo itu.
Eksistensi Borobudur juga tidak lepas kaitannya dengan umat Buddha Indonesia dan dunia yang tetap menjadikannya sebagai tempat agung untuk menjalani prosesi dan ritual keagamaan, seperti salah satunya perayaan Waisak. Waisak untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam ajaran buddhis, yakni lahirnya Sidharta Gautama, Sang Buddha memperoleh pencerahan sempurna, serta Buddha Gautama mangkat.
Kekayaan potensi Borobudur dan kawasannya itu bagian dari modal penting menghadirkan wisatawan berkualitas sebagaimana dipikirkan Menteri Wishnutama.
"Wisman (wisatawan mancanegara) yang datang ke Indonesia per tahun lebih banyak, tetapi pengeluaran lebih sedikit. Meningkatkan kualitas wisatawan yang datang ke Indonesia itu lebih penting, sehingga pengeluaran mereka pada saat di Indonesia lebih tinggi," ujarnya.
Detail tentang wisatawan premium atau berkualitas tentu saja harus dijelaskan kepada para pemangku kepentingan dan disosialisasikan kepada masyarakat kawasan destinasi, termasuk Candi Borobudur.
Hal itu, antara lain terkait dengan peningkatan mutu sumber daya manusia penggelut sektor tersebut, dukungan pembangunan infrastruktur, sarana, serta prasarana kepariwisataan yang juga harus level berkualitas.
Wisatawan premium semestinya bukan sekadar dari hitungan seberapa banyak uang pakansi mereka ditaburkan ke destinasi super prioritas, namun juga kekayaan wawasan, ilmu pengetahuan, dan perspektifnya terhadap objek wisata.
Terlebih bagi Borobudur, narasi dan literasi atas candi dengan kawasannya, menjadi kekuatan penting untuk menjaga wisatawan tetap tinggal atau merasa membutuhkan waktu berkunjung lebih lama ketimbang sekadar mendakinya, lalu swafoto dan kemudian hasilnya mejeng lama di lini teratas akun media sosial.
Lama tinggal wisatawan di suatu objek wisata berdampak terhadap pundi-pundi pendapatan ekonomi warga sekitar dan pendapatan daerah.
Candi Borobudur pustaka ilmu pengetahuan dan khazanah makna atau nilai-nilai kehidupan manusia di alam raya. Wisatawan berkualitas semestinya juga menyasar mereka dengan kekuatan literasinya atas Borobudur, yang ingin memperkuat perspektif diri tentang candi itu.
Untuk menunjuk kalangan itu, tidak harus bertumpu kepada wisman yang secara gampang sering dianggap umum sebagai berduit lebih tebal ketimbang wisatawan nusantara.
Wisman belum tentu berduit tebal, wisnus belum tentu berdompet tipis. Begitu pula wisman berduit tebal belum tentu suka boros di tempat wisata dan wisnus berduit tipis belum tentu pelit belanja kebutuhan serta mengeksplorasi daya penginnya di tempat pakansi.
Wisman premium barangkali juga menunjuk minat khusus mereka terhadap khazanah Borobudur dengan narasi tentang kawasannya. Kunjungan mereka tentu harus didukung kualitas pelaku wisata dalam membangun minat wisatawan memperkaya pengetahuan serta wawasan Candi Borobudur.
Upaya fokus mendorong wisatawan premium ke Borobudur, tak cukup sekadar mengajak mereka kagum atas keelokan fisiknya. Namun, kiranya lebih dalam lagi, supaya mereka menyelami kekayaan makna hidup ketika berada di Candi Borobudur.
Borobudur memang tak cukup hanya dipandang secara fisik oleh wisatawan, apalagi sekadar membawa mereka menapaki batuan-batuannya hingga stupa puncaknya.
Boleh jadi, nenek moyang bangsa Indonesia yang membangun candi kala itu, hendak mengajak wisatawan saat ini menggali makna jalan kehidupan melalui karya peradaban itu.
Supaya warga Bumi dan generasi bangsa ini makin premium.
Baca juga: Ganjar usulkan pemanfaatan jalur penghubung Bandara Yogyakarta-Borobudur
Baca juga: Pameran internasional, upaya memromosikan Candi Borobudur