Semarang (ANTARA) - Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019. Regulasi tersebut mengatur tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, didalamnya mengatur pengendara dilarang merokok selama berkendara. Payung hukum Permenhub tersebut, sejatinya jauh telah ada 10 tahun sebelumnya, yakni Pasal 160 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
UU tentang LLAJ sedari awal telah mengatur setiap pengemudi dilarang melakukan aktivitas yang mengganggu konsentrasi saat mengendarai kendaraan bermotor. Salah satu aktivitas yang dilarang saat berkendara adalah merokok, karena akan mengganggu konsentrasi dan menyebabkan terjadi kecelakaan lalu lintas, sehingga dapat membahayakan dirinya juga pengguna jalan lainnya.
Anehnya peraturan yang dibuat dengan alasan untuk keselamatan pengendara dan pengguna jalan lainnya tersebut justru menuai pro-kontra. Padahal tidak sedikit dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas lain di luar berkendara dalam hal ini merokok, terutama mereka para pengendara roda dua. Dampak yang paling utama ditimbulkan seperti terdampak asap, abu, dan puntung rokok. Faktor utama pengendara lain yang terkena abu atau bara rokok yang tertiup angin bisa menyebabkan reaksi yang menyebabkan hilangnya atau berkurangnya konsentrasi dan menjadi distracted driving.
Adanya Permenhub, seharusnya bisa menjadi momentum untuk menegakkan aturan larangan merokok bagi pengendara motor. Apalagi dalam Pasal 283 UU LLAJ jelas disebutkan bahwa bagi pengendara yang melanggar ketentuan larangan merokok, maka dapat dikenai sanksi denda Rp750.000 atau kurungan paling lama tiga bulan. Ketentuan tersebut diharapkan tidak sekadar berhenti pada regulasi tetapi juga dapat ditegakkan.
Sebaiknya juga Permenhub ini tidak sebatas diterapkan bagi pengendara (pengemudi) saja. Bagi penumpang yang merokok pun memiliki potensi risiko yang sama menyebabkan pengguna atau pengendara yang lain bisa mendapatkan dampak yang disebabkan oleh merokok pada saat berada dalam perjalanan. Apalagi sejumlah data, termasuk dari LSM Road Safety Association (RSA) Indonesia, yang menyebutkan ada 10 kasus kecelakaan lalu lintas terjadi setiap hari di Indonesia dan pemicunya karena terganggunya konsentrasi.
UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ditambah dengan Permenhub tersebut diharapkan dapat mengubah pola pengendara dan juga penumpang untuk dapat membiasakan diri mematuhi regulasi. Tidak sekadar regulasi, tetapi yang terpenting adalah etika berkendara. Tidak sekadar merokok, tetapi kegiatan yang lain seperti menerima telepon, berbalas chating yang dampaknya bisa mengurangi kelancaran dan berisiko terhadap keamanan dan keselamatan pengguna jalan.
Sejatinya keselamatan berkendara adalah kewajiban dan hak semua warga bangsa, yang harus diciptakan dan ditegakkan. Ayo ciptakan dan tegakkan keselamatan berkendara.
UU tentang LLAJ sedari awal telah mengatur setiap pengemudi dilarang melakukan aktivitas yang mengganggu konsentrasi saat mengendarai kendaraan bermotor. Salah satu aktivitas yang dilarang saat berkendara adalah merokok, karena akan mengganggu konsentrasi dan menyebabkan terjadi kecelakaan lalu lintas, sehingga dapat membahayakan dirinya juga pengguna jalan lainnya.
Anehnya peraturan yang dibuat dengan alasan untuk keselamatan pengendara dan pengguna jalan lainnya tersebut justru menuai pro-kontra. Padahal tidak sedikit dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas lain di luar berkendara dalam hal ini merokok, terutama mereka para pengendara roda dua. Dampak yang paling utama ditimbulkan seperti terdampak asap, abu, dan puntung rokok. Faktor utama pengendara lain yang terkena abu atau bara rokok yang tertiup angin bisa menyebabkan reaksi yang menyebabkan hilangnya atau berkurangnya konsentrasi dan menjadi distracted driving.
Adanya Permenhub, seharusnya bisa menjadi momentum untuk menegakkan aturan larangan merokok bagi pengendara motor. Apalagi dalam Pasal 283 UU LLAJ jelas disebutkan bahwa bagi pengendara yang melanggar ketentuan larangan merokok, maka dapat dikenai sanksi denda Rp750.000 atau kurungan paling lama tiga bulan. Ketentuan tersebut diharapkan tidak sekadar berhenti pada regulasi tetapi juga dapat ditegakkan.
Sebaiknya juga Permenhub ini tidak sebatas diterapkan bagi pengendara (pengemudi) saja. Bagi penumpang yang merokok pun memiliki potensi risiko yang sama menyebabkan pengguna atau pengendara yang lain bisa mendapatkan dampak yang disebabkan oleh merokok pada saat berada dalam perjalanan. Apalagi sejumlah data, termasuk dari LSM Road Safety Association (RSA) Indonesia, yang menyebutkan ada 10 kasus kecelakaan lalu lintas terjadi setiap hari di Indonesia dan pemicunya karena terganggunya konsentrasi.
UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ditambah dengan Permenhub tersebut diharapkan dapat mengubah pola pengendara dan juga penumpang untuk dapat membiasakan diri mematuhi regulasi. Tidak sekadar regulasi, tetapi yang terpenting adalah etika berkendara. Tidak sekadar merokok, tetapi kegiatan yang lain seperti menerima telepon, berbalas chating yang dampaknya bisa mengurangi kelancaran dan berisiko terhadap keamanan dan keselamatan pengguna jalan.
Sejatinya keselamatan berkendara adalah kewajiban dan hak semua warga bangsa, yang harus diciptakan dan ditegakkan. Ayo ciptakan dan tegakkan keselamatan berkendara.