Sudah selayaknya wartawan mendapat tunjangan profesi seperti halnya guru, tanpa melihat apakah mereka berstatus pegawai negeri sipil atau non-PNS.

Peran pers nasional pun tidak kalah mulia, antara lain, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormat kebinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Peran pers ini sudah termaktub di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2017.

Apalagi, hak memperoleh informasi itu merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki. Hal ini perlu untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Di samping itu, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Dalam Penjelasan atas UU Pers, disebutkan bahwa perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi agar kualitas pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya makin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya.

Undang-Undang Pers mengamanatkan kepada pihak perusahaan pers untuk memberikan kesejahteraan bagi wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan/atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya. Frasa terakhir dalam Pasal 10 UU Pers itu tampaknya merupakan peluang bagi wartawan menerima tunjangan profesi. Bahkan, dalam penjelasan UU Pers disebutkan bahwa "bentuk kesejahteraan lainnya" adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi, dan lain-lain. Meskipun demikian, pemberian kesejahteraan tersebut berdasarkan kesepakatan antara manajemen perusahaan dan wartawan/karyawan pers.

Namun, yang menjadi persoalan adalah tingkat kemampuan masing-masing media memberi tunjangan profesi berbeda-beda. Bahkan, ada di antara perusahaan pers yang belum mampu memberi gaji yang layak, apalagi memberi tunjangan profesi bagi wartawannya. Dalam hal ini, Pemerintah perlu turun tangan dengan memberikan tunjangan profesi kepada wartawan.   

Akan tetapi, peraturan perundang-undangan belum mengatur hal tersebut. Oleh karena itu, Pemerintah, DPR RI, Dewan Pers, perusahaan pers, dan organisasi profesi kewartawanan perlu merevisi UU No.40/1999 tentang Pers dengan memuat pasal yang mengatur tunjangan profesi bagi wartawan. Pemerintah bisa memberi tunjangan profesi kepada guru tanpa melihat status kepegawaian mereka, PNS atau non-PNS, kenapa wartawan tidak bisa?

Pewarta : Kliwon
Editor :
Copyright © ANTARA 2024