Dari balik kaca, malam itu, Koordinator Komisi Komunikasi Sosial Kevikepan Kedu Eduardus Yusuf Kusuma (52) terlihat matanya terpejam dan tubuhnya terbujur di atas tempat perawatan dengan berbagai peralatan medis yang terpasang.
Rohaniwan Katolik itu telah mengenakan pakaian khusus untuk ruang perawatan intensif, berjalan diikuti istri Yusuf, Wiwien Prasetyati, dan sejumlah perawat. Mereka mendekati pasien tersebut.
Kirjito terlihat sebentar waktu meletakkan tangan di atas dahi Yusuf, lalu mengangkat kedua tangan, tanda mendaras doa, kemudian memberikan berkat dengan tanda salib, sedangkan Wiwien mengusap perlahan-lahan kedua kaki Yusuf yang sesekali tampak bergerak-gerak.
"Kondisinya 'koma' (kritis, red.). Mohon doanya," kata Wiwien yang terkesan tegar menghadapi keadaan suaminya.
Yusuf yang pegiat gereja setempat dan penggemar fotografi sejak usia sekolah dasar itu mengalami kecelakaan lalu lintas, tempat kejadiannya relatif tak jauh dari rumahnya.
Berdasarkan laporan dari Unit Kecelakaan Lalu Lintas Satuan Lalu Lintas Polres Magelang Kota, Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat AKP Murjito mengatakan bahwa tabrakan terjadi pada hari Sabtu (14/9) sekitar pukul 21.15 WIB di persimpangan Jalan Diponegoro dengan Jalan Sutopo Kota Magelang.
Yusuf yang warga Kejuron, Kelurahan Cacaban, Kota Magelang mengendarai sepeda motor Honda AA 2469 YA, sedangkan pengendara lain Fredi Saputro (18), warga Kembangkuning, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang mengendarai sepeda motor KTM dengan nomor polisi AA 5110 KK.
Sepeda motor KTM melaju dari selatan ke utara, sedangkan Honda Kirana dari barat ke timur. Kecelakaan tak bisa terhindarkan karena laju antara keduanya relatif dekat.
"Kami baru pulang dari pertemuan umat dengan Bapak Uskup (Uskup Agung Semarang Monsinyur Johannes Pujasumarta, red.). Mas Yusuf hanya menurunkan saya dari sepeda motor di dekat rumah, lalu pergi membeli 'token' (pulsa listrik, red.)," kata Wiwien.
Kabar kecelakaan lalu lintas yang menjadikan Yusuf kritis, barangkali tak seheboh kejadian serupa belum lama ini di Tol Jagorawi yang melibatkan anak pesohor Ahmad Dhani, AQJ alias Dul, dengan enam korban meninggal dunia dan sembilan lainnya luka-luka.
Akan tetapi, ungkapan simpati dan dukungan doa untuk Yusuf mengalir dari berbagai tempat dan kawan-kawannya, termasuk melalui jejaring sosial.
"Kami semua berdoa untuk yang terbaik. Saya, Sabtu (14/9) malam mengabari semua untuk mendoakan," kata Kepala Gereja Kevikepan Kedu di Kota Magelang Romo F.X. Krisno Handoyo.
Kabar tentang kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini bagaikan hujan deras yang mengguyur di mana-mana, termasuk di Magelang yang saat ini masih menghadapi musim kemarau.
Berita tentang peristiwa itu dengan beragam ulasan penyebab dan tawaran solusinya, mewarnai liputan berbagai media massa serta perbincangan masyarakat di banyak tempat.
Sebanyak tiga di antara sejumlah warga Perumahan Griya Kharisma Indah, Desa Ngadirojo, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, masing-masing Hendrik, Giyono, dan Slamet, dalam dua periode tugas ronda mereka selama 10 hari terakhir pun, intensif membicarakan persoalan kecelakaan lalu lintas.
Obrolan mereka hingga tengah malam itu, terkesan fokus pada kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengendara di Jalan Raya Sambung hingga Secang di Magelang, tak jauh dari perumahan setempat. Ruas jalan sepanjang 3,1 kilometer tersebut, saat ini sedang dilebarkan dari tujuh menjadi sekitar 11 meter dengan dana kira-kira Rp10 miliar.
Dalam obrolan di pos ronda itu, mereka juga memperkirakan sudah lebih dari 10 kecelakaan lalu lintas terjadi di sepanjang jalan tersebut, selama proyek pelebaran jalan setempat.
"Tadi siang kabarnya malah mandor proyeknya yang tertabrak," kata Giyono saat ronda pada pertengahan seminggu lalu, bertepatan dengan Wage malam--kalender Jawa. Pelaksanaan proyek tersebut terhenti selama satu hari berikutnya, dengan berbagai alat berat untuk pengaspalan, diparkir di tepi jalan raya penghubung Magelang-Semarang tersebut.
Para peronda malam itu, juga membenarkan ihwal bahwa hati-hati dalam berlalu lintas saat ini, bukan lagi jaminan keselamatan berkendara.
"'Wis ngati-ati wae, tetep durung mesthi' (Sudah berhati-hati saja, tetap belum jaminan selamat, red.)," kata Slamet.
Data situs Badan Pusat Statistik yang bersumber dari Kepolisian RI menyebutkan peningkatan angka kecelakaan lalu lintas setidaknya sejak 2009--2011. Pada tahun 2009, tercatat 62.960 angka kecelakaan dengan 19.979 korban meninggal dunia, 23.469 luka berat, dan 62.936 luka ringan.
Pada tahun 2010, tercatat 66.488 angka kecelakaan dengan 19.873 korban meninggal dunia, 26.196 luka berat, dan 63.809 luka ringan, pada 2011 tercatat 108.696 angka kecelakaan, 31.195 korban meninggal dunia, 35.285 luka berat, dan 108.945 luka ringan.
Budayawan Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh) Magelang Sutanto Mendut mengemukakan bahwa meningkat terus angka kecelakaan lalu lintas sebagai bingkai potret peradaban atas tata kota dan tata desa.
"Andai itu tubuh manusia, lalu lintas itu seperti urat syaraf tubuh. Tubuh dan urat syaraf yang amburadul itu penyebab komplikasi dan berakibat kompleks," katanya.
Ia menyebut kondisi lalu lintas sebagai berengsek, terutama tanpa empati kepada yang lebih lemah, anak, perempuan, orang tua, dan pejalan kaki.
"Akarnya di standar kebudayaan yang manusiawi," katanya.
Budayawan Kirjito mengemukakan bahwa marak kecelakaan lalu lintas, antara lain karena tak lepas dari suasana dasar kehidupan masyarakat yang sedang "kemaruk", serakah, atau mau menang sendiri.
"'Kemaruk', orang dengan mudah membeli kendaraan, gampang mendapatkan SIM (surat izin mengemudi). Jalan menjadi tidak tertib, tidak diimbangi dengan ketertiban di jalan," katanya.
Akibatnya, kecelakaan lalu lintas menjadi hantu terkini.