Di sisi kotak makanan di dalam kandang yang terbuat dari kawat tersebut, tergantung sebuah botol minuman yang sesekali kelinci meminumnya usai melahab makanannya.
Kandang kelinci milik Asep Sutisna di Jalan Raya Lembang No. 119, tepatnya di Kampung Babakan Laksana, RT 4 RW 7, Kelurahan Gedong Kahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat tersebut kelihatan lebih bersih karena tidak ada sampah sisa makanan dari rumput maupun sayuran.
Ratusan ekor kelincinya dari berbagai jenis memang sudah lama tidak lagi menikmati hijauan ternak, tetapi diberi pakan berupa butiran-butiran kecil berwarna coklat muda, yakni pelet sebagai menu hariannya.
Peternak kelinci tidak perlu lagi mencari rumput sebagai pakan karena telah tersedia pakan kelinci dari pelet atau pakan buatan yang dikembangkan Asep.
"Dengan pelet ini, peternak tidak perlu khawatir akan kebutuhan pakan ternak, meskipun pada musim kemarau ketika rumput sulit dicari, karena sepanjang tahun pelet bisa diproduksi," katanya saat menerima rombongan wartawan dan pegawai Humas Pemkab Temanggung.
Ia mengatakan, pembuatan pelet berawal dari pemikiran bahwa di kawasan perkotaan tidak lagi ada rumput karena lahan rumput telah dipenuhi bangunan.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan pakan rumput, katanya, tetapi di daerah perkotaan bisa dibayangkan mencari rumput sangat repot. Ladang rumput sekarang sudah menjadi hamparan beton semua.
"Pada musim kemarau yang biasanya sulit untuk mencari rumput, maka pelet bisa sebagai alternatif. Budidaya kelinci bisa dilakukan di mana saja baik di perdesaan maupun perkotaan dengan adanya pelet ini," kata pria yang sudah memproduksi pelet kelinci selama 18 tahun ini.
Menurut dia, pelet khusus untuk kelinci sangat menunjang efektivitas peternakan dan menjamin produktivitas induk. Dengan pelet peternak tidak usah repot-repot setiap hari mencari pakan. Pelet kering ini bisa ditimbun selama berbulan-bulan.
Menurut dia, dengan mengkonsumsi pelet maka kebutuhan nutrisi kelinci bisa diatur dengan baik.
Pelet kelinci tersebut diproduksi sendiri oleh Asep dengan menggunakan mesin sederhana untuk menggiling bahan baku berupa bungkil kedelai, tepung jagung, tepung dedak, sayuran/rumput, dan mineral premik.
"Pembuatan pelet ini bisa menggunakan bahan baku sesui dengan kondisi lokal. Kami menggunakan bungkil kedelai karena mudah mendapatkannya. Untuk daerah lain bisa menggunakan ampas tahu atau bahan lainnya," katanya.
Ia menuturkan, setiap bulan bisa memproduksi sekitar 30 ton pelet, 15 kuintal di antaranya untuk pakan kelinci di peternakannya, sedangkan sisanya dijual secara umum.
Kabag Humas Pemkab Temanggung, Witarso yang memimpin rombongan, mengatakan, dengan perkembangan teknologi kelinci tidak harus makan rumput atau sayuran karena telah tersedia pakan buatan berupa pelet.
Ia mengatakan, pelet ini bisa dikembangkan di daerah Bengkal, Kecamatan Kranggan sebagai kawasan pengembangan kelinci di Temanggung.
"Pada musim hujan kebutuhan pakan berupa rumput tidak ada masalah, tetapi saat kemarau mungkin pelet akan dibutuhkan karena susah mencari rumput," katanya.
Prospek Bagus
Asep yang semula berprofesi sebagai fotografer ini, tertarik pada kelinci bermula dari sang anak yang menyukai dan memelihara kelinci.
Berawal dari lima ekor kelinci lokal, kemudian terus bertambah dan berkembang sehingga dia menjualnya. Melihat hasil yang lumayan dia pun memutuskan untuk menekuni ternak kelinci.
Pada 1993 dia impor sebanyak 22 ekor kelinci dari luar negeri, kemudian dikembangkan untuk pembibitan.
Ia menyebutkan memiliki sekitar 300 hingga 500 ekor kelinci terdiri atas 13 jenis kelinci, sebagian besar merupakan indukan. Setiap bulan bisa menjual ribuan kelinci baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri.
"Untuk pasar dalam negeri telah menyebar ke sejumlah wilayah di Jawa dan laur Jawa, sedangkan ke luar negeri dengan tujuan Malaysia, Thailand, dan Brunei," katanya.
Ia mengatakan, sebenarnya juga ada permintaan dari Arab Saudi, namun belum bisa dipenuhi karena untuk kebutuhan daging dengan jumlah besar.
Menurut dia, prospek ke depan cenderung ke arah daging karena permintaan daging kelinci dari luar negeri cukup tinggi.
Ia menuturkan, daging kelinci merupakan daging terbaik karena lebih mudah diserap tubuh dibanding daging hewan lain dan binatang ini mudah diternakkan.
Sebagai sampingan untuk tambahan penghasilan dan memenuhi gizi keluarga, katanya, kelinci dapat diternak dalam konsep mini kebun, yakni dengan empat kelinci betina dan satu pejantan maka dalam jangka waktu empat bulan ke depan setiap minggu minimal dapat memotong seekor kelinci dan sisanya bisa dijual.
Asep menyebutkan harga kelinci tergantung jenis, harga anakan mulai Rp25 ribu hinga Rp2,5 juta/ekor, sedangkan untuk indukan dari Rp100 ribu hingga Rp7,5 juta/ekor.
Ia menyayangkan, di Indinesia belum ada "breeding center" atau pusat pembibitan kelinci.
"Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangbiakan kelinci, saat ini belum ada 'breeding center' yang bisa mengontrol dalam pembibitan," katanya.
Ia mengatakan, mengapa ternak banyak terserang penyakit karena peternak asal mengawinkan ternak saja, padahal perkawinan sedarah tidak boleh karena rawan terkena penyakit.
"Ke depan, hal ini yang perlu dipikirkan pemerintah adanya breedinng center," katanya.