Wali Kota: Semarang memiliki sejarah panjang penyebaran agama Buddha
Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan bahwa Kota Semarang memiliki sejarah panjang penyebaran agama Buddha, salah satunya dengan adanya Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Pudakpayung.
"Tahun lalu, saya menerima (biksu Thudong) di Vihara Adi Dharma Semarang, saat ini saya menerima dan melepas di Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti Pudakpayung, Banyumanik," kata Ita, sapaan akrabnya.
Pada tahun ini, Kota Semarang menjadi titik awal biksu menjalani ritual Thudong, yakni berjalan kaki menuju Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, menyambut perayaan Hari Raya Waisak 2024.
Pada agenda perayaan Waisak tahun ini, ritual Thudong memang berbeda dengan tahun lalu yang berjalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur, sedangkan tahun ini dimulai dari Kota Semarang ke Candi Borobudur.
Menurut dia, ritual suci Buddha tersebut menjadi kebanggaan sekaligus kehormatan tersendiri bagi warga Kota Semarang sebagai tuan rumah acara internasional biksu Thudong tahun 2024.
Setidaknya 43 biksu dari empat negara, yakni Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia menjalani ritual Thudong pada tahun kedua ini, dengan berjalan dari Semarang, melewati Ambarawa, berlanjut ke Temanggung dan Candi Borobudur.
Kota Semarang, kata dia, memiliki sejarah panjang penyebaran agama Buddha di Indonesia, dan Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti merupakan titik mula dengan pertimbangan bahwa di vihara inilah untuk pertama kalinya berdiri Sima pada 1959.
Sima adalah tempat khusus upasampada (pengukuhan) biksu baru, dan di Sima ini untuk pertama kalinya di Tanah Air dilaksanakan upasampada biksu sesudah ratusan tahun robohnya Wilwatikta-Majapahit.
"Kita jadi tahu Kota Semarang menjadi jejak agama Buddha, kami akan segera melakukan program-program atau pelaksanaan di sini agar menjadi tempat untuk wisata religi," katanya.
Ke depan, Pemkot Semarang segera memperbaiki fasilitas keagamaan yang ada di Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, apalagi tempat ibadah umat Buddha itu dibangun oleh biksu dari 13 negara.
"Sehingga, ini harus menjadi program yang lebih baik untuk menjadi satu tujuan para biksu beribadah di sini, termasuk mendorong menjadi agenda tahunan dan diintegrasikan dengan kegiatan lain," katanya.
Sementara itu, Ketua Sangha Agung Indonesia Bhikkhu Khemacaro Mahathera mengatakan bahwa ritual Thudong adalah proses spiritual Biksu menjalankan hidup dengan berjalan.
"Berangkat dari sini (Semarang), karena di sini cikal bakal buddhisme di Indonesia setelah Indonesia merdeka. Ini sudah dikenal 13 negara, tetapi kami baru menggali empat tahun lalu. Mereka ingin mengirim pesan bahwa di Indonesia sangat ramah dan mendoakan supaya Indonesia tetap seperti ini, maju, dan toleransi," ujarnya.
Rombongan biksu Thudong tiba dari Jakarta menginjakkan kakinya di Vihara Buddha Dipa, Kelurahan Pakintelan, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Rabu (15/5) malam.
Dari Vihara Buddha Dipa, para biksu bermalam di Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Bukit Kassapa, setelah menyusuri hutan dan menyeberangi Kaligarang sejauh 1 kilometer.
Baca juga: Pemkot Semarang siapkan penataan kawasan Kali Semarang
"Tahun lalu, saya menerima (biksu Thudong) di Vihara Adi Dharma Semarang, saat ini saya menerima dan melepas di Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti Pudakpayung, Banyumanik," kata Ita, sapaan akrabnya.
Pada tahun ini, Kota Semarang menjadi titik awal biksu menjalani ritual Thudong, yakni berjalan kaki menuju Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, menyambut perayaan Hari Raya Waisak 2024.
Pada agenda perayaan Waisak tahun ini, ritual Thudong memang berbeda dengan tahun lalu yang berjalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur, sedangkan tahun ini dimulai dari Kota Semarang ke Candi Borobudur.
Menurut dia, ritual suci Buddha tersebut menjadi kebanggaan sekaligus kehormatan tersendiri bagi warga Kota Semarang sebagai tuan rumah acara internasional biksu Thudong tahun 2024.
Setidaknya 43 biksu dari empat negara, yakni Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia menjalani ritual Thudong pada tahun kedua ini, dengan berjalan dari Semarang, melewati Ambarawa, berlanjut ke Temanggung dan Candi Borobudur.
Kota Semarang, kata dia, memiliki sejarah panjang penyebaran agama Buddha di Indonesia, dan Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti merupakan titik mula dengan pertimbangan bahwa di vihara inilah untuk pertama kalinya berdiri Sima pada 1959.
Sima adalah tempat khusus upasampada (pengukuhan) biksu baru, dan di Sima ini untuk pertama kalinya di Tanah Air dilaksanakan upasampada biksu sesudah ratusan tahun robohnya Wilwatikta-Majapahit.
"Kita jadi tahu Kota Semarang menjadi jejak agama Buddha, kami akan segera melakukan program-program atau pelaksanaan di sini agar menjadi tempat untuk wisata religi," katanya.
Ke depan, Pemkot Semarang segera memperbaiki fasilitas keagamaan yang ada di Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, apalagi tempat ibadah umat Buddha itu dibangun oleh biksu dari 13 negara.
"Sehingga, ini harus menjadi program yang lebih baik untuk menjadi satu tujuan para biksu beribadah di sini, termasuk mendorong menjadi agenda tahunan dan diintegrasikan dengan kegiatan lain," katanya.
Sementara itu, Ketua Sangha Agung Indonesia Bhikkhu Khemacaro Mahathera mengatakan bahwa ritual Thudong adalah proses spiritual Biksu menjalankan hidup dengan berjalan.
"Berangkat dari sini (Semarang), karena di sini cikal bakal buddhisme di Indonesia setelah Indonesia merdeka. Ini sudah dikenal 13 negara, tetapi kami baru menggali empat tahun lalu. Mereka ingin mengirim pesan bahwa di Indonesia sangat ramah dan mendoakan supaya Indonesia tetap seperti ini, maju, dan toleransi," ujarnya.
Rombongan biksu Thudong tiba dari Jakarta menginjakkan kakinya di Vihara Buddha Dipa, Kelurahan Pakintelan, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Rabu (15/5) malam.
Dari Vihara Buddha Dipa, para biksu bermalam di Vihara Sima 2500 Buddha Jayanti, Bukit Kassapa, setelah menyusuri hutan dan menyeberangi Kaligarang sejauh 1 kilometer.
Baca juga: Pemkot Semarang siapkan penataan kawasan Kali Semarang