Banyumas (ANTARA) - Selama ini banyak orang mengenal durian bawor sebagai durian lokal khas Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Bahkan, saat panen durian seperti saat sekarang, hampir setiap tempat penjualan durian di Banyumas menawarkan durian bawor.
Bawor memang identik dengan Banyumas karena merupakan salah satu tokoh punakawan dalam wayang banyumasan. Nama tersebut digunakan oleh sebagian orang untuk menyebutkan durian lokal Banyumas.
Namun ada pula yang mengatakan jika nama durian bawor itu merupakan akronim dari "batang bawah diwor" (dibuat kaki tiga) dan dijadikan sebagai strategi pemasaran penjual bibit durian.
Padahal, durian lokal khas Banyumas itu bukanlah bawor, melainkan kromo yang telah terdaftar di Kementerian Pertanian sebagai salah satu varietas durian.
Durian kromo ini memang memiliki cita rasa yang khas karena dagingnya cukup tebal, berwarna kuning tua, rasanya manis dan agak pahit, serta berbiji kecil. Bagi pecandu buah berduri ini, kombinasi manis-pahit ini cita rasa yang diburu.
Baca juga: Kirab gunungan durian kembali digelar
Apalagi jika durian kromo tersebut dibudidayakan secara organik, rasanya makin nikmat karena berasa seperti ada menteganya. Akan tetapi hingga saat ini masih jarang petani durian kromo yang membudidayakan buah tersebut secara organik penuh.
Salah satu dari yang sedikit itu adalah Ganjar Budhi Setiaji (51), petani di Desa Plana, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas. Ia sukses membudidayakan durian kromo secara organik penuh dan hingga saat ini telah memasok buah tersebut ke sejumlah jaringan toko modern terkemuka.
Saat ditemui di kebunnya, Ketua Pagyububan Tegar Galur itu pun menceritakan perjalanannya dalam membudidayakan durian kromo secara organik. Ia memang sangat menyukai buah durian sejak kecil dan sering kali bereksperimen untuk membuat bibit unggul saat masih menekuni bisnis kontraktor.
Akan tetapi sejak tahun 2012, dia memutuskan untuk berhenti sebagai kontraktor dan kembali ke desanya untuk mengurus kebun kelapa seluas 3 hektare. Oleh karena menyukai durian, kebun kelapa tersebut akhirnya disulap menjadi kebun durian sejak tahun 2014.
Pada awalnya, dia membudidayakan durian tersebut secara semi-organik, yakni 50 persen pupuk kimia dan 50 persen pupuk organik. Namun, sejak tahun 2023 sepenuhnya menggunakan pupuk organik yang diproduksi sendiri.
Pemenang Festival Durian Banyumas Tahun 2017 itu mengakui jika di atas lahan seluas 3 hektare tersebut saat ini terdapat 300 pohon durian dan sekitar 90 persen di antaranya merupakan durian kromo.
Seluruh tanaman durian tersebut diperlakukan dengan penuh perasaan karena tanaman juga merupakan makhluk hidup sehingga tetap harus mendapatkan perlakuan yang baik.
Ganjar mengaku sering kali mengajak tanaman duriannya untuk berbicara terutama pada pagi dan sore hari karena setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk bicara meskipun dengan bahasa yang tidak dipahami oleh manusia.
Hal itu dilakukan karena dia meyakini jika setiap makhluk hidup diperlakukan dengan baik akan memberikan kebaikan pula bagi manusia.
Oleh karena itu, dia membatasi jumlah orang yang masuk kebun karena jika ada satu orang yang memegang buah durian, yang lainnya pun akan ikut memegangnya, dan hal tersebut bisa berdampak terhadap pertumbuhan buahnya.
Ia menduga hal itu disebabkan perasaan setiap orang terhadap tanaman berbeda-beda sehingga secara psikologis akan berdampak terhadap durian yang notabene merupakan makhluk hidup. Bahkan, dia mengaku punya bukti jika memperlakukan tanaman dengan setengah hati akan berdampak terhadap pertumbuhannya.
"Saya di sini punya musang king, secara hati saya memang tidak suka karena dia lokal Malaysia. Kenapa kita harus mengunggulkan durian musang king, sementara kita punya durian-durian lokal yang enak?" ujarnya.
Bisa jadi perlakuannya tidak sebaik pohon durian kromo, durian musang king tersebut tidak pernah berbuah. Padahal waktu tanamnya sama dengan durian lainnya yang ditanam dan menggunakan pupuk yang sama serta mendapat perlakuan yang sama. Oleh karena hatinya tidak senang terhadap musang king, tanaman durian tersebut sampai sekarang tidak pernah berbuah.
Ganjar menyatakan durian kromo memiliki keunggulan berupa buahnya besar seperti chanee namun rasa duriannya sangat kuat, manis dan sedikit agak pahit.
Baca juga: Pemkab Pekalongan siapkan Rp2,5 M bangun infrastruktur ke petani durian
Berat sebuah durian kromo yang dibudidayakan secara organik itu bisa mencapai kisaran 6-9 kilogram dengan harga jual setara durian impor.
Oleh karena itulah, durian kromo organik yang dibudidayakan Ganjar saat sekarang mampu menembus sejumlah jaringan toko modern terkemuka di Indonesia. Dengan demikian, harga durian kromo organik relatif stabil meskipun durian lokal lainnya anjlok karena saat sekarang sedang panen raya.
Bahkan, saat sekarang dia telah menggandeng 35 petani di Kabupaten Banyumas dan Cilacap untuk bergabung dengan Paguyuban Tegar Galur guna memenuhi kebutuhan pasar durian tersebut. Hingga sekarang tanaman durian kromo yang dibudidayakan telah mencapai kisaran 3.500 pohon meskipun belum seluruhnya dilakukan secara organik penuh.
Terkait dengan durian bawor, Ganjar mengatakan hal itu hanyalah strategi pemasaran yang dilakukan oleh penjual bibit durian karena bawor merupakan akronim dari "batang bawah diwor", yakni menjadikan bibit durian yang masih berada di dalam polybag tersebut berkaki tiga dengan tujuan bisa menyerap sumber makanan ketika salah satu batangnya mengalami kendala.
Ketika bibit durian itu mulai membesar dan ukurannya seperti botol minuman kemasan, tiga batang bawah itu akan menyatu kembali. Teknik tersebut sebenarnya dibutuhkan saat pohon sudah membesar, bukan ketika masih dalam polybag.
Ia telah melakukan teknik tersebut pada tahun 2007 atau sebelum bawor dikenal pada tahun 2014, yakni dengan menempelkan batang bawah saat pohon mulai membesar. Harapannya, bisa membantu penyerapan makanan yang dibutuhkan pohon durian.
Potensi besar
Kesuksesan Ganjar dalam membudidayakan durian kromo secara organik hingga berhasil menembus sejumlah jaringan toko modern tersebut mendapat apresiasi dari Penjabat (Pj) Bupati Banyumas Hanung Cahyo Saputro dengan mengunjungi kebun Tegar Galur di Desa Plana.
Bahkan, pria asli Wonogiri itu begitu terkesima dengan cita rasa durian kromo karena dia baru kali pertama merasakannya.
"Rasanya manis, enak sekali. Dagingnya tebal," ungkapnya.
Kendati telah sukses menembus toko modern, dia menyarankan durian kromo maupun varietas lainnya tidak hanya dijual dalam bentuk buah, tetapi dapat dijadikan sebagai makanan olahan sehingga ada nilai tambah.
Hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi anjloknya harga durian saat panen raya seperti saat sekarang. Apalagi potensi durian di Banyumas sangat besar.
Baca juga: Pemkot Semarang angkat potensi durian lokal Malika
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan KP) Kabupaten Banyumas, jumlah tanaman durian di wilayah itu pada tahun 2023 mencapai 49.047 pohon dengan volume produksi mencapai 47.731,23 kuintal.
Jika dibandingkan dengan 2 tahun sebelumnya, jumlah tanaman durian menunjukkan adanya kenaikan karena pada tahun 2021 terdapat 46.364 pohon dengan volume produksi mencapai 57.679,34 kuintal, sedangkan tahun 2020 terdapat 45.428 pohon dengan volume produksi sebesar 61.591,77 kuintal.
Akan tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2019, terdapat penurunan karena saat itu jumlah tanamannya mencapai 114.730 pohon dengan volume produksi mencapai 155.596 kuintal.
Sentra durian di Kabupaten Banyumas tersebar di sejumlah kecamatan, namun yang terbesar pada tahun 2023 di Kemranjen karena terdapat 11.235 pohon dengan volume produksi mencapai 20.658 kuintal, Tambak yang memiliki 8.047 pohon dengan volume produksi 10.118,75 kuintal, Sumpiuh sebanyak 6.541 pohon dengan volume produksi 1.200 kuintal, Somagede sebanyak 5.350 pohon dengan volume produksi 1.360 pohon dengan volume produksi 1.360,7 kuintal, dan disusul wilayah lainnya.
Dengan potensi yang sangat besar tersebut, hilirisasi buah durian di Banyumas perlu dilakukan dengan menjadikannya sebagai makanan olahan seperti jenang atau dodol, aneka kue, dan sebagainya agar memiliki nilai tambah terutama ketika harga jual buahnya anjlok.
Baca juga: Mahasiswa Unsoed olah limbah kulit durian jadi tablet kumur
Baca juga: Panen durian, masyarakat Temanggung gelar tradisi "wiwit durian"