Kepala Stasiun Meteorologi Rendani BMKG Manokwari, Daniel Tandi di Manokwari, Jumat mengatakan peningkatan suhu udara harian karena posisi matahari tepat berada pada khatulistiwa atau ekuator.
Pergerakan semua matahari merupakan fenomena wajar yang terjadi setiap tahun sebanyak dua kali yaitu 21 Maret dan 23 September.
"Walaupun sudah Bulan April tapi masih dekat dengan tanggal gerak semu matahari," kata Daniel.
Selain itu, kata dia, wilayah Manokwari berada dalam masa pancaroba dengan curah hujan dua dasarian terakhir melebihi 50° celcius.
Dengan demikian, terjadi pengurangan cakupan awan pada atmosfer sehingga gelombang matahari lebih banyak mencapai permukaan bumi.
"Selain itu kelembaban udara di Manokwari cukup tinggi jadi masyarakat rasa gerah," jelas Daniel.
Meski begitu, menurut dia, peningkatan suhu udara yang terjadi belakang di Indonesia tidak termasuk dalam kategori gelombang panas (heatwave).
Kisaran suhu maksimum Indonesia yang berada di sekitar lintang rendah yaitu 34-36°C, sedangkan kawasan lintang sedang dan tinggi akan terdampak gelombang panas.
"Beberapa negara di ASEAN kena gelombang panas dengan suhu 51°C, kalau kita masih normal," ucap dia.
Secara umum, kata Daniel, curah hujan di wilayah Manokwari mulai mengalami penurunan mengarah pada musim kemarau.
BMKG memprediksi musim kemarau akan terjadi pada Mei mendatang, namun dasarian atau rentang waktunya belum diketahui pasti.
"Banyak daerah di Indonesia bagian barat sudah masuk musim kemarau," kata Daniel.
Ia menambahkan perubahan cuaca di Manokwari disebabkan faktor lokal yang kuat karena didominasi awan cumuliform seperti cumulonimbus.
Hal tersebut menjadi penyebab tidak semua wilayah di Manokwari mengalami hujan pada hari yang sama.
Baca juga: Waspada potensi gelombang tinggi di beberapa perairan Indonesia
Baca juga: Waspada potensi gelombang tinggi di beberapa perairan Indonesia