Menanti duel Messi melawan Mbappe - 2
Jakarta (ANTARA) - Aksi mereka menjadi atraksi yang sangat ditunggu suporter bola, apalagi berbeda dari sebelum ini ketika mereka sering tampil bareng untuk saling mendukung menciptakan gol untuk PSG, mereka kini masuk lapangan berbarengan dalam kondisi saling berhadapan untuk saling memangsa.
Keduanya memiliki para deputi yang tahu apa mau mereka. Mereka memiliki asisten-asisten haus gol yang sama pintarnya dalam membaca permainan, dan tahu bagaimana membebaskan dua superstar dari kawalan lawan.
Tapi sering pula kedua pemain ini sendiri yang kreatif menciptakan ruang bagi dirinya sendiri. Mereka juga tahu pasti kapan harus menggiring bola sendirian dan kapan harus mengirimkan bola kepada rekan-rekannya.
Jika Mbappe sering ditaruh dalam posisi sayap yang mengapit Olivier Giroud bersama Ousmane Dembele di kanan, dan Antoine Griezmann sebagai false nine, maka Messi ditempatkan sebagai ujung tombak kembar yang belakangan disandingkan dengan Julian Alvarez.
Keduanya berusaha disembunyikan dalam posisi yang membuat lawan ragu mengawalnya. Mbappe membuat lawan ragu apakah harus mengawal Giroud, Dembele atau dia. Messi membuat lawan terpecah antara harus mengawal Alvares dan lainnya, atau dia.
Tetapi tetap saja, mereka berdua yang akhirnya menjadi sasaran utama bek-bek lawan.
Mbappe dikuntit Kyle Walker kala melawan Inggris dan kemudian Achraf Hakimi saat melawan Maroko, sementara Borna Sosa menjadi salah satu yang setia membuntuti gerakan Messi.
Semuanya tak begitu berhasil, karena andai pun pengawalan berhasil membuat kedua megabintang tak mencetak gol, umpan-umpan kedua superstar lapangan hijau ini sungguh tak bisa dikendalikan.
Itulah yang terjadi ketika Prancis menutup kisah dongeng Maroko dalam semifinal lalu, dan Argentina dalam membuyarkan impian Kroasia masuk final Piala Dunia untuk kedua kali berturut-turut dalam semifinal lainnya.
Kini, apakah Nahuel Molina akan pula ditugaskan meredam Mbappe, dan apakah Theo Hernandez yang cukup berhasil meredam Hakim Ziyech bisa melumpuhkan Messi nanti.
Butuh lebih dari sekadar kekuatan fisik dan energi untuk menjinakkan mereka karena semua pemain yang ditugaskan membuntuti kedua superstar membutuhkan pula kecerdasan dalam membaca gerakan mereka.
Tanyakan ini kepada Josko Gvardiol yang dengan tubuh besarnya dan mungkin menyangka Messi sudah lamban, tak bisa mengatasi gerakannya yang meliuk-liuk di tepi kotak penalti Kroasia sebelum mengirimkan umpan dari sudut sempit di dalam kotak penalti kepada Julian Alvarez.
Tanyakan itu kepada Sofyan Amrabat dan Achraf Dari, serta tiga pemain Maroko lainnya yang gagal menghentikan Mbappe walaupun umpan terusan Mbappe kepada Randal Kolo Muani berbau keberuntungan mengingat sempat terbelokkan kaki pemain Maroko.
Mungkin saja pelatih Argentina Lionel Scaloni akan langsung menurunkan Lisandro Martinez untuk membentuk formasi tiga bek bersama Cristian Romero dan Nicolas Otamendi, guna menangkal agresi Mbappe. Tetapi tubuh besar Ibrahima Konate atau jam terbang tinggi yang dimiliki Raphael Varane juga bukan jaminan bisa menjinakkan Messi. Josko Gvardiol, Borna Sosa, Nathan Ake, Daley Blind, dan lainnya dibuat keteteran oleh Messi.
Keduanya memiliki para deputi yang tahu apa mau mereka. Mereka memiliki asisten-asisten haus gol yang sama pintarnya dalam membaca permainan, dan tahu bagaimana membebaskan dua superstar dari kawalan lawan.
Tapi sering pula kedua pemain ini sendiri yang kreatif menciptakan ruang bagi dirinya sendiri. Mereka juga tahu pasti kapan harus menggiring bola sendirian dan kapan harus mengirimkan bola kepada rekan-rekannya.
Jika Mbappe sering ditaruh dalam posisi sayap yang mengapit Olivier Giroud bersama Ousmane Dembele di kanan, dan Antoine Griezmann sebagai false nine, maka Messi ditempatkan sebagai ujung tombak kembar yang belakangan disandingkan dengan Julian Alvarez.
Keduanya berusaha disembunyikan dalam posisi yang membuat lawan ragu mengawalnya. Mbappe membuat lawan ragu apakah harus mengawal Giroud, Dembele atau dia. Messi membuat lawan terpecah antara harus mengawal Alvares dan lainnya, atau dia.
Tetapi tetap saja, mereka berdua yang akhirnya menjadi sasaran utama bek-bek lawan.
Mbappe dikuntit Kyle Walker kala melawan Inggris dan kemudian Achraf Hakimi saat melawan Maroko, sementara Borna Sosa menjadi salah satu yang setia membuntuti gerakan Messi.
Semuanya tak begitu berhasil, karena andai pun pengawalan berhasil membuat kedua megabintang tak mencetak gol, umpan-umpan kedua superstar lapangan hijau ini sungguh tak bisa dikendalikan.
Itulah yang terjadi ketika Prancis menutup kisah dongeng Maroko dalam semifinal lalu, dan Argentina dalam membuyarkan impian Kroasia masuk final Piala Dunia untuk kedua kali berturut-turut dalam semifinal lainnya.
Kini, apakah Nahuel Molina akan pula ditugaskan meredam Mbappe, dan apakah Theo Hernandez yang cukup berhasil meredam Hakim Ziyech bisa melumpuhkan Messi nanti.
Butuh lebih dari sekadar kekuatan fisik dan energi untuk menjinakkan mereka karena semua pemain yang ditugaskan membuntuti kedua superstar membutuhkan pula kecerdasan dalam membaca gerakan mereka.
Tanyakan ini kepada Josko Gvardiol yang dengan tubuh besarnya dan mungkin menyangka Messi sudah lamban, tak bisa mengatasi gerakannya yang meliuk-liuk di tepi kotak penalti Kroasia sebelum mengirimkan umpan dari sudut sempit di dalam kotak penalti kepada Julian Alvarez.
Tanyakan itu kepada Sofyan Amrabat dan Achraf Dari, serta tiga pemain Maroko lainnya yang gagal menghentikan Mbappe walaupun umpan terusan Mbappe kepada Randal Kolo Muani berbau keberuntungan mengingat sempat terbelokkan kaki pemain Maroko.
Mungkin saja pelatih Argentina Lionel Scaloni akan langsung menurunkan Lisandro Martinez untuk membentuk formasi tiga bek bersama Cristian Romero dan Nicolas Otamendi, guna menangkal agresi Mbappe. Tetapi tubuh besar Ibrahima Konate atau jam terbang tinggi yang dimiliki Raphael Varane juga bukan jaminan bisa menjinakkan Messi. Josko Gvardiol, Borna Sosa, Nathan Ake, Daley Blind, dan lainnya dibuat keteteran oleh Messi.