Dosen UIN Semarang menyebut suap seleksi perangkat desa sebagai bonus
Semarang (ANTARA) - Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Amin Farih, terdakwa kasus suap seleksi perangkat desa di Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, menyebut uang Rp830 juta yang diterimanya dalam penerimaan aparat desa tersebut sebagai bonus.
"Uang itu sebagai bonus di luar nota kesepahaman antara UIN dan para kepala desa yang menjalin kerja dalam seleksi perangkat desa itu," kata mantan Wakil Dekan FISIP UIN Semarang itu saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin.
Amin juga mengaku tidak melaporkan uang ratusan juta rupiah tersebut sebagai gratifikasi.
Ia mengakui pemberian uang Rp830 juta dari Imam Jaswadi dan Saroni yang merupakan perantara dalam tindak pidana korupsi tersebut.
Uang yang diberikan dalam dua tahap tersebut, lanjut dia, sempat dibagi-bagi ke sejumlah pihak, antara lain, dititipkan kepada Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Semarang yang juga diadili dalam perkara ini serta Wakil Dekan FISIP UIN Semarang Tholkathul Khoir.
Terdakwa Amin Farih membawa Rp180 juta, Adib sebesar Rp340 juta, dan Tholkathul Khoir sebesar Rp300 juta.
Uang suap tersebut, menurut Amin, diterima setelah menyerahkan kisi-kisi soal yang akan diujikan beserta jawabannya.
Selain Amin Farih dan Adib, dua terdakwa lain yang diadili, yakni mantan Kanit Tipikor Satreskrim Polres Demak Iptu Saroni dan Kepala Desa Cangkring Imam Jaswadi yang merupakan perantara dalam suap tersrbut.
Sebanyak 16 calon perangkat dari lima desa di Kecamatan Gajah harus membayar Rp150 juta hingga Rp250 juta untuk posisi perangkat atau sekretaris desa.
Tindak pidana suap itu terungkap setelah kecurigaan Rektor UIN Imam Taufik saat melakukan inspeksi dalam pelaksanaan ujian seleksi calon kepala desa pada bulan Desember 2021.
Rektor curiga terhadap sejumlah peserta yang mampu menyelesaikan ujian dalam waktu singkat dan memperoleh nilai di atas 90 poin.
Dari hasil koordinasi, lanjut jaksa, rektor menyatakan bahwa pelaksanaan ujian seleksi perangkat desa Kecamatan Gajah tersebut tidak sah atau cacat hukum.
Terhadap dakwaan jaksa tersebut, keempat terdakwa menyatakan tidak akan menyampaikan jawaban dan meminta sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
"Uang itu sebagai bonus di luar nota kesepahaman antara UIN dan para kepala desa yang menjalin kerja dalam seleksi perangkat desa itu," kata mantan Wakil Dekan FISIP UIN Semarang itu saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin.
Amin juga mengaku tidak melaporkan uang ratusan juta rupiah tersebut sebagai gratifikasi.
Ia mengakui pemberian uang Rp830 juta dari Imam Jaswadi dan Saroni yang merupakan perantara dalam tindak pidana korupsi tersebut.
Uang yang diberikan dalam dua tahap tersebut, lanjut dia, sempat dibagi-bagi ke sejumlah pihak, antara lain, dititipkan kepada Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UIN Semarang yang juga diadili dalam perkara ini serta Wakil Dekan FISIP UIN Semarang Tholkathul Khoir.
Terdakwa Amin Farih membawa Rp180 juta, Adib sebesar Rp340 juta, dan Tholkathul Khoir sebesar Rp300 juta.
Uang suap tersebut, menurut Amin, diterima setelah menyerahkan kisi-kisi soal yang akan diujikan beserta jawabannya.
Selain Amin Farih dan Adib, dua terdakwa lain yang diadili, yakni mantan Kanit Tipikor Satreskrim Polres Demak Iptu Saroni dan Kepala Desa Cangkring Imam Jaswadi yang merupakan perantara dalam suap tersrbut.
Sebanyak 16 calon perangkat dari lima desa di Kecamatan Gajah harus membayar Rp150 juta hingga Rp250 juta untuk posisi perangkat atau sekretaris desa.
Tindak pidana suap itu terungkap setelah kecurigaan Rektor UIN Imam Taufik saat melakukan inspeksi dalam pelaksanaan ujian seleksi calon kepala desa pada bulan Desember 2021.
Rektor curiga terhadap sejumlah peserta yang mampu menyelesaikan ujian dalam waktu singkat dan memperoleh nilai di atas 90 poin.
Dari hasil koordinasi, lanjut jaksa, rektor menyatakan bahwa pelaksanaan ujian seleksi perangkat desa Kecamatan Gajah tersebut tidak sah atau cacat hukum.
Terhadap dakwaan jaksa tersebut, keempat terdakwa menyatakan tidak akan menyampaikan jawaban dan meminta sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.