Semarang (ANTARA) - Pemerintah diminta segera meningkatkan testing dan tracing di sejumlah daerah tujuan mudik, untuk menekan potensi penyebaran COVID-19, akibat masih terjadinya mudik di sejumlah daerah.
"Pergerakan orang ke sejumlah daerah tetap terjadi jelang Lebaran meski ada larangan, sehingga para pemangku kepentingan di daerah perlu melakukan testing dan tracing serta menyediakan ruang isolasi yang memadai bagi pendatang," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Minggu (9/5).
Langkah itu, jelas Lestari, bertujuan untuk menekan potensi penyebaran COVID-19 lewat para pemudik di sejumlah daerah.
Diakui Rerie, sapaan akrab Lestari, larangan mudik belum sepenuhnya berhasil mencegah masyarakat untuk melakukan perjalanan ke sejumlah daerah.
Demikian juga, jelas Rerie, dengan kebijakan larangan 'mudik lokal' yang bertujuan menekan pergerakan orang dalam satu kawasan yang terdiri dari wilayah kota yang berdekatan.
Kebijakan larangan mudik lokal dari pemerintah pusat itu direspons beragam oleh sejumlah pemerintah daerah. Ada yang menerapkan larangan mudik lokal dengan ketat di daerahnya, bahkan ada daerah yang sudah menyatakan tidak mampu menjalankan kebijakan tersebut.
Kurang berhasilnya dua kebijakan tersebut mencegah pergerakan orang ke daerah, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, harus segera dievaluasi.
Sehingga, ujar Rerie, bisa segera diketahui penyebabnya agar tidak terulang lagi kondisi yang sama di kemudian hari.
Menurut Rerie, yang harus dilakukan sekarang adalah meningkatkan testing dan tracing serta disiplin menjalankan protokol kesehatan di setiap wilayah.
Memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, tambah Rerie, harus ketat dilaksanakan dalam keseharian masyarakat.
Karena, tegasnya, baik di kota-kota besar maupun di daerah pada masa Lebaran ini rawan terjadi pergerakan orang untuk berkunjung ke sanak keluarga, ke tempat-tempat wisata atau pun ke pusat perbelanjaan.
Sangat disayangkan, ujar Rerie, banyak pemangku kepentingan di daerah terlambat mengantisipasi kondisi itu.
Di sejumlah pusat perbelanjaan di berbagai kota misalnya, bahkan terjadi kerumunan orang dalam jumlah besar tanpa penerapan prokes yang tepat.
Padahal saat ini, ujar Rerie, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengkonfirmasi masuknya empat varian baru mutasi virus korona di Indonesia.
Keempat varian itu adalah varian Inggris (B.1.1.7), varian India (B.1.6.1.7), varian Afrika Selatan (B.1.3.5.1), dan varian (B.1.5.2.5) yang terbawa dari Malaysia. Varian baru mutasi virus korona tersebut, diperkirakan memiliki tingkat penularan hingga 75 persen.
Kondisi masuknya varian baru virus korona pada saat potensi pergerakan orang di ruang publik tinggi, menurut Rerie, seharusnya diantisipasi dengan langkah yang direncanakan secara baik dan terukur.
Rerie berharap, para pemangku kepentingan mampu segera menerapkan strategi pencegahan penyebaran COVID-19 yang tepat untuk menekan potensi terjadinya ledakan kasus pasca-Lebaran.***