Solo (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI menyatakan teknologi finansial menjadi salah satu alternatif pembiayaan modal bagi pelaku ekonomi kreatif karena syaratnya yang lebih mudah dan proses pencairan yang cepat.
"Kalau dari sisi pembiayaan kami ada tiga sektor, ada perbankan, dana masyarakat, dan teknologi finansial. Teknologi finansial ini menjadi salah satu alternatif, tanpa agunan dan proses lebih mudah tetapi ada laporan keuangan yang perlu diverifikasi," kata Subkoordinator Pembiayaan Teknologi Finansial Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Indriani D Laratu pada kegiatan "Fintech Business Matchmaking" yang diselenggarakan di Hotel Best Western Premier Solobaru, Kabupaten Sukoharjo, Selasa.
Ia mengatakan saat ini tren pembiayaan melalui teknologi finansial sedang mengalami kenaikan tren. Bahkan, dikatakannya, tren tersebut sudah melampaui perbankan mengingat di masa pandemi COVID-19 perbankan lebih berhati-hati dalam mengucurkan kredit usaha rakyat (KUR).
"Kalau sekarang 'fintech' lagi tinggi, menjadi akses pembiayaaan alternatif selain perbankan. Tahun lalu kami bantu Rp1,3 triliun, itu secara nasional, totalnya ada sekitar 5.000 pelaku usaha se-Indonesia yang mengakses pinjaman ini. Dalam hal ini kami bekerja sama dengan sejumlah perusahaan teknologi finansial, untuk tahun ini kami tambahkan dari sisi syariah, Alami," katanya.
Untuk tahun lalu, rata-rata bunga yang dikenakan oleh perusahaan teknologi finansial kepada peminjam sebesar 6 persen dengan waktu pengembalian variatif, di antaranya tiga dan enam bulan. Ia mengatakan untuk maksimum pinjaman sebesar Rp2 miliar.
Pada tahun ini, pihaknya menargetkan penyaluran pinjaman melalui teknologi finansial bisa mencapai Rp5 triliun. Meski demikian, ia meminta pelaku usaha tetap mewaspadai penawaran pinjaman dengan sistem tersebut mengingat dari 144 perusahaan teknologi finansial yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru sekitar 33 yang sudah mengantongi izin.
Sementara itu, Sekretaris Dinas pariwisata Kota Surakarta Budy Sartono mengakui masih banyak pelaku ekonomi kreatif yang tidak memiliki kelayakan untuk mengakses KUR perbankan.
"Memang akses mudah, harapan saya kalau di pembiayaan bank konvensional sebetulnya kan ada KUR, tetapi syarat tidak memenuhi. Kalau fintech memang lebih mudah," katanya.
Meski demikian, ia meminta para pelaku usaha lebih berhati-hati dalam mengakses pinjaman tersebut mengingat bunganya yang tinggi. Ia mengimbau sebelum mengakses pembiayaan agar dihitung dulu keuntungan usaha mereka.
"Karena kan ini bukan bank, jadi ada plus minusnya. Pelaku ekonomi kreatif jangan sampai butuh biaya tetapi malah justru 'kejeglong' (salah keputusan), bunga kan tinggi. Harus tetap waspada, kalkulasi 'feasibilitas' (kelayakan) bisnis harus diperhatikan, untung baru ambil," katanya