Menristekdikti: pengolahan kakao Indonesia kalah dengan Vietnam
Batang (Antaranews Jateng) - Menteri Riset, Tekonologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan bahwa pengolahan kakao Indonesia masih kalah dengan Vietnam sehingga hal itu perlu adanya solusi dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat (petani).
"Pengolahan kakao di daerah ini (Kabupaten Batang) dengan lahan seluas 1 hektare ternyata hanya menghasilkan 1 ton biji kakao sedang di Vietnam mampu menghasilkan 4 ton biji kakao," kata Menristekdikti M. Nasir pada acara peresmian Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu (PPKIPKT) Universitas Gadjah Mada di Batang, Senin.
Ia mengatakan saat ini, seluas 400 ribu hektare dari 1,7 juta hektare lahan tanaman kakao yang masih dikelola secara tradisional sehingga kondisi itu perlu diperbaiki dan kolaborasi antara pemerintah, peneliti, industri, dan masyarakat.
"Perlu kami sampaikan bahwa Indonesia pada lima tahun yang lalu atau 2014, risetnya masih di bawah Thailand yaitu publikasi internasional hanya 5.250 sedang di negara itu (Thailand) 9.500. Oleh karena itu kami terus memperbaiki sistem untuk menghasilkan produk yang kini sudah membuah hasil yaitu mencapai publikasi 31.009 mampu mengalahkan Malaysia, Singapura, dan Thailand," katanya.
Ia mengatakan tugas pengembangan kakao pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah urusan dihulunya yaitu harus menyediakan bibit kakao berkualitas baik.
"Pengembangan bibit (kakao) ini penting karena bisa menghasilkan kakao terbaik. Oleh karena itu, kami mengapresiasi UGM yang memiliki satu tempat pengembangan kakao," katanya.
Menurut dia, sesuai Peraturan Presiden Nomor 36/2018 telah dituangkan rencana induk riset nasional yang didalamnya ada 10 bidang yang harus diselesaikan oleh di Kementerian Riset, Teknologi, dan Dikti.
Sebanyak 10 bidang tersebut, kata dia, diantaranya adalah bidang pangan dan pertanian termasuk (pengembangan) kakao dan teknologi pangan.
Bupati Batang Wihaji mengatakan pabrik ini akan menjadi ikon baru di daerah setempat karena selain menjadi sebuah industri bisa dimanfaatkan untuk destinasi wisata.
"Saya meminta pihak pabrik bisa membina warga desa sekitar agar menjadi kampung cokelat sekaligus mendukung program Pemkab Batang dalam menciptakan 1.000 wirausaha baru dengan slogan one village one product atau satu desa satu produk usaha," katanya.
"Pengolahan kakao di daerah ini (Kabupaten Batang) dengan lahan seluas 1 hektare ternyata hanya menghasilkan 1 ton biji kakao sedang di Vietnam mampu menghasilkan 4 ton biji kakao," kata Menristekdikti M. Nasir pada acara peresmian Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu (PPKIPKT) Universitas Gadjah Mada di Batang, Senin.
Ia mengatakan saat ini, seluas 400 ribu hektare dari 1,7 juta hektare lahan tanaman kakao yang masih dikelola secara tradisional sehingga kondisi itu perlu diperbaiki dan kolaborasi antara pemerintah, peneliti, industri, dan masyarakat.
"Perlu kami sampaikan bahwa Indonesia pada lima tahun yang lalu atau 2014, risetnya masih di bawah Thailand yaitu publikasi internasional hanya 5.250 sedang di negara itu (Thailand) 9.500. Oleh karena itu kami terus memperbaiki sistem untuk menghasilkan produk yang kini sudah membuah hasil yaitu mencapai publikasi 31.009 mampu mengalahkan Malaysia, Singapura, dan Thailand," katanya.
Ia mengatakan tugas pengembangan kakao pada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi adalah urusan dihulunya yaitu harus menyediakan bibit kakao berkualitas baik.
"Pengembangan bibit (kakao) ini penting karena bisa menghasilkan kakao terbaik. Oleh karena itu, kami mengapresiasi UGM yang memiliki satu tempat pengembangan kakao," katanya.
Menurut dia, sesuai Peraturan Presiden Nomor 36/2018 telah dituangkan rencana induk riset nasional yang didalamnya ada 10 bidang yang harus diselesaikan oleh di Kementerian Riset, Teknologi, dan Dikti.
Sebanyak 10 bidang tersebut, kata dia, diantaranya adalah bidang pangan dan pertanian termasuk (pengembangan) kakao dan teknologi pangan.
Bupati Batang Wihaji mengatakan pabrik ini akan menjadi ikon baru di daerah setempat karena selain menjadi sebuah industri bisa dimanfaatkan untuk destinasi wisata.
"Saya meminta pihak pabrik bisa membina warga desa sekitar agar menjadi kampung cokelat sekaligus mendukung program Pemkab Batang dalam menciptakan 1.000 wirausaha baru dengan slogan one village one product atau satu desa satu produk usaha," katanya.