Pekalongan (Antaranews Jateng) - Sekitar 50 persen lahan tanaman bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, rusak karena terpengaruh penggunaan pestisida yang berlebihan.
Asisten 2 Pemerintah Kabupaten Brebes M. Iqbal di Pekalongan, Rabu, mengatakan bahwa lahan bawang merah yang rusak itu berada di wilayah di jalur pantura Brebes dan Brebes tengah seperti Kecamatan Wanasari, Jatibarang, Tanjung, Larangan, Bulakamba, dan Songgom.
"Hasilnya, rata-rata kualitas tanah di tujuh kecamatan itu rusak ringan hingga sedang, dan belum sampai rusak berat," katanya pada kegiatan Rapat Koordinasi Wilayah Tim Pengendaliana Inflasi Daerah (TPID) se-eks Keresidenan Pekalongan.
Menurut dia, beberapa indikator kerusakan kondisi lahan pertanian itu juga dipengaruhi dengan kondisi derajat pelurusan air atau kemampuan menyerap air yang masih rendah, serta kadar keasaman (pH) tanah cukup rendah di bawah 7,0.
"Banyak tanah yang `sakit` terutama memang di area sentra tanaman bawang. Oleh karena, kami ingin mensosialisasikan kembali pada pertanian yang lebih alami," katanya.
Kepala Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Tegal Joni Marsius mengatakan atas fakta tersebut, peserta pertemuan sepakat melakukan perubahan sistem dan budaya, terutama mengubah budaya bertani yang semula menggunakan zat kimia beralih ke zat alami seperti melalui sistem demplot.
"Hal ini memang tidak mudah karena butuh waktu dan proses yang agak panjang. Namun, sistem demplot ini akan kami lakukan untuk mengubah tradisi agar tanah di Brebes lebih sehat," katanya.
Kemudian, kata dia, menjelang musim libur Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, peserta TPID yang terdiri atas perwakilan pemerintah daerah tersebut sudah bersiap dengan berbagai langkah.
"Selain langkah standar, kami juga bersiap dengan langkah-langkah strategis agar masyarakat tidak dirugikan.?Ini, kami lakukan untuk melakukan evaluasi, mengantisipasi, dan menyiapkan beberapa rencana strategis yang perlu dilakukan untuk menekan potensi inflasi pada Desember 2018," katanya.
Ia mengatakan potensi inflasi didorong oleh peningkatan tarif objek wisata, tarif transportasi (kereta api, angkutan antarkota, angkutan dalam kota), sewa kendaraan, dan makanan jadi.
"Perlu disikapi pula, bahwa pada Desember 2018 juga sudah memasuki musim penghujan yang bisa mengganggu ketersediaan stok, panen, gangguan distribusi, dan banjir," katanya.