Di mata orang tua, anak muda sekarang kerap dilabeli kurang memiliki daya juang dalam mengarungi hidup. Banyaknya waktu anak muda untuk asyik dalam dunia digital, kadang, dipahami sebagai sesuatu yang tidak produktif dan cenderung antisosial.
Padahal, dalam tatanan sosial global yang berubah amat sangat cepat sekarang ini, mereka diharuskan mampu mengikutinya, kendati kadang jalan yang ditempuh tidak selalu menampakkan hasil seketika. Apa yang dihasilkan mereka dalam waktu sekejap sering tergilas oleh temuan lain.
Kenyataan tersebut banyak dijumpai di kalangan anak muda yang sukses membangun aplikasi (start up), namun tidak bisa eksis karena berbagai sebab, termasuk menyangkut dukungan modal.
Sebagai contoh, Novi Wahyuningsih, perempuan asal Kebumen, pencipta Callind, aplikasi percakapan mirip Whatsapp, BBM, dan Telegram. Begitu pula empat mahasiswa Kudus yang menciptakan aplikasi detekksi dini kanker payudara.
Sekadar menyebut contoh pemuda berprestasi global. Arfian Fuadi, 23 tahun, desainer grafis dan pakar siber asal Salatiga ini dua kali menjuarai kontes yang digelar oleh General Electric. Masih banyak muda Jawa Tengah di luar dunia digital yang juga sukses menorehkan prestasi, termasuk di dunia olahraga.
Setiap generasi memang menampakkan sikap sekaligus respons hidup yang berbeda karena masalah dan tantangannya memang tidak sama. Bukan pemandangan aneh bila sekarang ini melihat anak muda dari pagi hingga malam hari masih di rumah sambil "main" gawai.
Namun, mereka bukanlah pemuda pengangguran. Melalui gawai, mereka bisa melakukan transaksi bisnis sekaligus mengontrol secara virtual beberapa toko yang dikelolanya.
Perubahan zaman menjadikan definisi kerja tidak lagi klasik, yakni mereka yang berangkat kerja dari rumah pukul 08.00 dan pulang pukul 16.00. Kini mereka bisa berkarya dari mana saja. Bagi mereka, yang penting adalah hasilnya.
Apa pun zamannya, anak muda selalu memainkan peran penting dalam arus perubahan besar, termasuk sejumlah penciptaan teknologi yang sekarang dinikmati miliaran manusia di Bumi. Reformasi di negeri ini pada 1998 pun berkat perjuangan ratusan ribu anak muda.
Setiap zaman selalu melahirkan generasi yang unik, yang memiliki cara pandang berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya dalam merespons kehidupan.Norma dan nilai yang digunakan juga berbeda.
Sekat-sekat primordialisme yang masih melekat pada generasi tua dalam memilih jodoh hingga pilihan politik, misalnya, kini cenderung mencair. Mereka lebih independen dan rasional dalam memilih jodoh dan pilihan politiknya. Pilihan politiknya tidak selalu segaris dengan orang tuanya.
Bagi mereka, kerja bukan diukur dari jam masuk dari pagi hingga petang atau malam, melainkan sejauh mana kreativitas mampu menghasilkan nilai tambah. Definisi kerja keras bukan lagi diukur seberapa banyak keringat mengucur, melainkan seberapa banyak kreasi mereka yang memberi manfaat bagi banyak orang.
Oleh karena itu, kurang bijaksana bila melabeli anak muda zaman "now" dengan norma, nilai, dan ukuran generasi sebelumnya. Tentu ada anak muda dari jenis "bukan harapan bangsa".
Namun, generasi tua juga tidak sedikit yang menjadi perusak bangsa. Dari sekian banyak tersangka, terdakwa, hingga terhukum kasus korupsi, sebagian besar adalah generasi "old" yang seharusnya menjadi cermin hidup anak muda.
Anak muda memiliki jalan sendiri. Sebagai generasi melek baca, mereka tahu ke mana jalan hidupnya.