Kudus, ANTARA JATENG - Empat mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK), Jawa Tengah, berhasil merancang alat pengering ikan dengan memanfaatkan energi angin untuk membantu meningkatkan produktivitas perajin ikan asin.
Menurut salah seorang mahasiswa UMK yang turut terlibat dalam pembuatan mesin pengering ikan Ahamd Edi Waluyo di Kudus, Minggu, ide awal menciptakan alat tersebut berawal dari keterlibatannya dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Pendidikan Tinggi (Dikti).
"Kami ditantang menciptakan teknologi tepat guna untuk membantu masyarakat," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, empat mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut memutuskan untuk membantu nelayan di Desa Dukuhseti, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati.
Selain berprofesi sebagai nelayan, katanya, banyak di antaranya yang juga memproduksi ikan asin.
Dalam melakukan pengeringannya, kata dia, ternyata masih menggunakan cara konvensional, yakni dengan cara dijemur di bawah sinar matahari yang membutuhkan waktu sekitar dua hari.
Hal tersebut, tentunya berdampak pada hasil produksi ikan asinnya kurang maksimal, terutama pada saat musim hujan.
Untuk itu, dirinya bersama tiga mahasiswa lainnya, yakni M. Imha Ainun Najib dari program studi Teknik Informatika, Erna Mutiasari dari prodi Agroteknologi, dan Miftahul Inayah dari prodi Akuntansi, sedangkan dosen pembimbing dari Fakultas Teknik Rina Fiati.
Setelah melakukan observasi dan kajian bersama teman-temannya, kata dia, akhirnya muncul ide membuat alat pengering ikan alat pengering ikan atau "automatic fish dryer" dengan menggunakan tenaga angin.
Mesin "automatic fish dryer" tersebut berukuran 120x40 centimeter, dengan kapasitas tiga rak atau sekitar 3 kilogram, sedangkan untuk mendapatkan energi listrik dari tenaga angin disediakan kincir angin dengan ketinggian menara sekitar 5 meter.
Energi listrik yang dihasilkan dari kincir angin, maksimal sebesar 180 watt, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik sebesar 80 watt sesuai daya mesin pengering tersebut, maka ditambahkan akumultor (aki) untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan.
Adapun kapasitas penyimpanan pada aki tersebut, mencapai 1.200 watt sehingga bisa dipakai untuk pengeringan ikan hingga berulang kali.
"Kami sudah mengujinya dan hasil ikan yang dikeringkan memang hampir sama dengan proses pengeringan menggunakan energi matahari," ujarnya.
Selain hemat biaya dan waktu, katanya, pengeringan ikan menggunakan alat tersebut cukup membutuhkan waktu yang lebih singkat karena hanya sekitar enam jam tanpa terbebani biaya energi listrik.
"Jika memakai energi listrik PLN, tentu biayanya lebih mahal," ujarnya.
Terkait dengan energi angin yang dibutuhkan, dia menganggap, masyarakat Dukuhseti tidak perlu kesulitan karena berada di daerah pesisir tentunya kaya energi angin, yang bisa dimanfaatkan untuk energi listriknya, sehingga bisa menghemat.
Keunggulan lain dari alat pengering ikan tersebut, tidak terkendala dengan cuaca, karena saat musim hujan sekalipun, para nelayan masih bisa memproduksi ikan asin.
Sementara biaya untuk membuat alat pengering ikan tersebut secara lengkap, katanya, hanya membutuhkan biaya sekitar Rp3 juta.