Jakarta, ANTARA JATENG - Tenaga Ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
Prof Hasbullah Thabrany mengatakan masih banyak pihak di Indonesia yang
belum percaya akan bahaya rokok karena hasil penelitian dan pembuktian
yang masih rendah.
"Selama ini kampanye pengendalian tembakau di Indonesia masih
meminjam fakta-fakta yang ditemukan dalam penelitian di negara lain.
Fakta di Indonesia belum cukup kuat secara ilmiah," kata Hasbullah dalam
salah satu diskusi panel pada Konferensi Indonesia untuk Tembakau atau
Kesehatan (ICTOH) ke-4 di Jakarta, Selasa.
Salah satu hasil penelitian yang kerap dipinjam adalah dari laporan
Kementerian Kesehatan Amerika Serikat yang melakukan pemantauan
pengendalian tembakau selama 50 tahun. Hasilnya, penyakit kronis akibat
rokok yang ditemukan di Amerika Serikat tidak banyak berbeda dengan yang
ada di Indonesia.
Namun, Hasbullah mengatakan masih banyak pejabat eksekutif dan
legislatif di Indonesia yang tidak mau percaya hasil penelitian dari
Amerika Serikat karena menganggap jenis rokok di dalam negeri berbeda
dengan di luar negeri.
"Yang tidak paham statistik jelas tidak percaya dengan hasil
penelitian itu. Mereka mengatakan kakek mereka berusia 80 tahun masih
merokok juga tetap sehat," tuturnya.
Padahal, Hasbullah mengatakan bila melihat kecenderungan yang
terjadi, data yang digunakan pada penelitian di Amerika Serikat cocok
digunakan di Indonesia.
"Di Amerika Serikat, beban biaya penyakit akibat rokok sudah terlihat. Di Indonesia belum," ujarnya.
ICTOH ke-4 merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang
diselenggarakan dalam rangka Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2017 yang
diperingati setiap 31 Mei.
Pertemuan tersebut diselenggarakan Kementerian Kesehatan Indonesia
bersinergi dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan
Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI.